Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mengkaji ulang struktur pembentuk harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti Premium dan Solar. Hal ini untuk membuat harga BBM yang dijual ke masyarakat semakin terjangkau.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengaku struktur pembentuk harga BBM yang sedang dikaji, diantaranya Mean of Plats Singapore (MoPS), pajak, dan keuntungan badan usaha. Langkah ini bertujuan untuk membenahi harga BBM bersubsidi.
Advertisement
Baca Juga
"Lagi dikaji sedang dievaluasi, lihat aja formulanya. Misalnya MoPS, saya sedang pelajari untuk diperbaiki kalau memang ada yang bisa diperbaiki," jelas dia di Jakarta, Jumat (24/11/2017).
Arcandra mengungkapkan, jika sudah diperbiki maka akan ada formula BBM baru harga BBM. Diharapkan formula baru ini menciptakan efisiensi sehingga harga jual BBM ke masyarakat jauh lebih terjangkau.
"Kemungkinan formula baru, sedang dievaluasi seperti apa BBM ini, biar jadi efisien, harga bagi masyarakat," ungkap dia.
Arncandra menargetkan, kajian selesai dalam waktu dekat. Namun dia belum memastikan komponen pembentukan harga yang bisa berkurang untuk membuat harga BBM semakin terjangkau.
"Jangan diandai-andai (komponen yang dikurangi) sedang belajar. Secepatnya (selesai)," dia menandaskan.
Tonton Video Pilihan Ini:
Pemerintah Diminta Waspadai Modus Pengecer Borong BBM Satu Harga
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai modus pedagang eceran (pengecer) yang memanfaatkan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga untuk mengeruk keuntungan besar.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, program BBM satu harga di seluruh Indonesia akan menjadi tidak efisien, jika pasokan BBM yang baru tiba di lembaga penyalur resmi langsung habis diserbu pengecer.
"BBM satu harga ini enggak efektif juga di wilayah terdepan, terpencil dan terluar (3 T)," kata Tulus, di Jakarta, Kamis (23/11/2017).
Tulus mengaku, mendapatkan informasi langsung terkait stok BBM dari lembaga penyalur resmi, yang dijual dengan harga sesuai ketentuan pemerintah habis akibat diborong pengecer.
Kondisi ini membuat masyarakat tetap membeli BBM melalui pengecer, dengan harga yang mahal. "Menurut saya yang dapet info ketika di drop di SPBU diborong habis, akhirnya harganya tetap mahal," ungkap Tulus.
Menurut Tulus, kondisi ini perlu diwaspadai pemerintah, dengan meningkatkan pengawasan terhadap penyaluran BBM satu harga. Pasalnya, jika dibiarkan akan membuat program yang bertujuan untuk memberikan keadilan tersebut tidak efektif.
"Sayang juga uang yang sudah dikeluarkan Pertamina Rp 800 miliar tidak menolong juga. Karena di SPBU habis, akhirnya beli yang dijual pengecer juga, akhirnya tidak dijual satu harga juga," tutup Tulus.
Advertisement