DPR: Holding Tambang Bakal Lengkap dengan Revisi UU Minerba

Anggota DPR Kurtubi mendukung langkah pemerintah bentuk holding tambang. Namun, hal itu perlu diikuti revisi UU Minerba.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 26 Nov 2017, 09:12 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2017, 09:12 WIB
Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Holding BUMN tambang akan terbentuk efektif per 29 November 2017. Hal ini usai pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) antara PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Antam (Persero) Tbk dan PT Timah (Persero) Tbk mengenai konsolidasi ke PT Inalum (Persero).

Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengatakan apa yang dilakukan Kementerian BUMN tersebut sangat positif dengan pembentukan holding tambang. "Saya pada prinsipnya mendukung pemerintah dalam upaya memperkuat BUMN membentuk konsorsium.Ada kesamaan utama di antar BUMN ini dalam mengelola kekayaan tambang nasional, atau di mana cadangan yang mereka usahakan itu 100 persen milik negara," paparnya kepada wartawan seperti ditulis, Sabtu (25/11/2017).

Hanya saja, untuk melengkapi hal itu Kurtubi mengaku harus diikuti dengan revisi Undang-Undang Minerba. Salah satu penekanan yang diusulkan dia mengenai kewajiban pengelolaan sumber daya alam di tanah Indonesia ini harus dilakukan oleh pemerintah, melalui BUMN.

Selama ini, sebagian sumber daya alam di Indonesia masih dikuasai perusahaan-perusahaan swasta. Alhasil banyak perusahaan swasta yang justru produktivitas dan asetnya lebih besar dari BUMN itu sendiri.

Kurtubi mencontohkan, salah satu perusahaan swasta yaitu PT Adaro Energy Tbk yang mengelola sumber batu bara di Indonesia.

"Masa Adaro atau perusahaan tambang swasta dengan semena-mena pinjam uang di bank dengan menjaminkan cadangan batu bara yang notabene milik negara itu," tambah dia.

Kalaupun BUMN tersebut tidak memiliki kapasitas untuk mengembangkan salah satu sumber daya alamnya, BUMN tersebut bisa bekerjasama dengan pihak swasta.

"Jadi, kepemilikan cadangan itu tetap di tangan negara, siapapun yang menemukan. Makanya UU Minerba ini harus segera direvisi," kata dia.

Tiga emiten tambang BUMN akan gelar RUPSLB pada 29 November untuk terkait pembentukan holding BUMN tambang. Agenda RUPSLB untuk melakukan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan beralihnya kepemilikan mayoritas dari pemerintah menjadi kepemilikan PT Inalum (Persero) yang dimiliki negara.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Holding Tambang Dongkrak Hilirisasi

Seperti diketahui sebelumnya, pembentukan induk usaha (holding) dari BUMN pertambangan diharapkan akan memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan dengan terciptanya BUMN industri pertambangan dengan skala usaha yang lebih besar sehingga mampu bersaing dalam skala regional.

Sinergi BUMN pertambangan ini juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan kekuatan finansial sehingga memudahkan pengembangan usaha khususnya di bidang hilirisasi.

Demikian diungkapkan oleh Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Fajar Harry Sampurno, terkait dengan rencana pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPSLB) tiga perusahaan anggota holding tanggal 29 November 2017 mendatang.

Dalam RUPSLB yang akan dilakukan oleh ketiga anggota holding, yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit AsamTbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS), agendanya adalah untuk melakukan perubahan anggaran dasar sehubungan dengan telah beralihnya kepemilikan mayoritas dari semula Negara RI menjadi kepemilikan PT Inalum (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki negara.

"Jadi, RUPSLB nanti agenda utamanya untuk permintaan persetujuan pemegang saham terhadap adanya perubahan pemegang saham ke PT Inalum (Persero) yang 100 persen dimiliki negara,” lanjut Harry.

Meski berubah statusnya, ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis sehingga negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham dwiwarna, maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero) yang 100% sahamnya dimiliki oleh negara. Hal itu diatur pada PP 72 Tahun 2016.

“Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi,” ujar Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Hambra.

Hambra menambahkan, perubahan nama dengan hilangnya 'Persero' juga tidak memberikan konsekuensi hilangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat. (Yas)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya