Atur Harga Batu Bara Sebelum Masuk Perhitungan Tarif Listrik

Pemerintah diminta mengatur harga batu bara sebelum masuk perhitungan tarif listrik supaya mengurangi potensi kenaikan tarif listrik.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 02 Feb 2018, 14:15 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2018, 14:15 WIB
Ilustrasi Tarif Listrik 3 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Tarif Listrik 3 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah harus membuat ‎kebijakan harga batu bara khusus untuk sektor kelistrikan, sebelum komponen harga batu bara masuk ke formula perhitungan tarif listrik. Hal ini untuk meredam kenaikan tarif listrik yang dibebankan kepada masyarakat.

Pengamat Ketenagalistrikan Universitas Indonesia, Iwa Garniwa mengatakan, kepentingan masyarakat harus didahulukan dengan menetapkan harga batu bara khusus kelistrikan. Namun hal tersebut perlu dibicarakan bersama antara pemangku kepentingan masyarakat, pemerintah, dan asosiasi pengusaha batu bara.

"Untuk mengimplementasikannya dalam bentuk penetapan harga atas dan harga bawah dalam alokasi batu bara dalam negeri," kata Iwa di Jakarta, Jumat (2/1/2018).

‎Penetapan harga batu bara khusus perlu dilakukan, karena mengacu pada tingginya harga batu bara saat ini yang mencapai US$ 100 per metrik ton. Kondisi ini dipicu oleh harga batu bara mengikuti harga pasar dunia yang naik signifikan.

"Kondisi ini tentu memberatkan PLN di mana lebih dari 50 persen listrik yang dihasilkan berasal dari PLTU," Iwa berujar.

Terkait dengan penyerapan batu bara, ‎Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah menetapkan penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) 2018 menjadi 25 persen dari rencana produksi dalam negeri ‎atau mendekati 121 juta ton.‎ Ini didasari pada mulai beroperasinya sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), serta terjadinya peningkatan kebutuhan sejumlah industri yang menggunakan batu bara di dalam negeri.

Namun ‎yang paling penting dalam penyerapan dalam negeri adalah harga batu bara untuk konsumsi domestik, khususnya untuk perusahaan, seperti PLN dalam kaitan sebagai penyalur subsidi.

Adapun kategori batu bara yang digunakan untuk konsumsi di dalam negeri adalah yang kalori-nya lebih dari 4.000. Sementara yang diekspor, minimal adalah batu bara dengan kalori di atas 5.000, sehingga tidak masuk akal kalau harga di dalam negeri mengikuti harga yang diekspor (market price). 

Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:

Harga Batu Bara PLN Tak Diatur, Tarif Listrik RI Bisa Kalah Saing

Dewan Energi Nasional (DEN) khawatir tarif listrik Indonesia akan kalah bersaing dengan negara lain, jika pemerintah tidak memberlakukan harga batu bara khusus bagi sektor kelistrikan.

Anggota DEN Tumiran mengatakan, saat ini tarif listrik Indonesia sudah bersaing dengan negara lain. Namun, kondisi tersebut bisa berubah jika Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik ‎mengalami kenaikan yang berujung pada kenaikan tarif listrik. Ini akibat meningkatnya harga batu bara sebagai sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

"Kita kompetitif ya. Kalau dinaikkan lagi tidak kompetitif," kata Tumiran, di Jakarta, Jumat (2/1/2018).

Tumiran melanjutkan, kenaikan BPP listrik juga membuat beban subsidi listrik meningkat. Sementara saat ini pemerintah sedang mengurangi subsidi energi untuk dialihkan ke sektor lain yang lebih produktif.

"Kalau BPP naik konsekuensinya subsidi naik. Kalau dapat banyak subsidi cukup, nggak masalah. Tapi kalau untuk subsidi sulit ngapain dinaikkan," dia menuturkan.

Menurut Tumiran, harga batu bara untuk sektor kelistrikan perlu dibedakan dengan yang untuk pasar ekspor, agar BPP listrik dapat teredam kenaikannya dan tarif listrik tidak mengalami kenaikan.

"Lebih baik negara enggak dapat di hulu (memberikan harga batubara khusus), tapi nggak usah subsidi. Kan lebih baik. Harga listrik itu kan bergantung di hulu, harga gas, harga batubara, minyak. Selama itu di variable itu kan tetap," dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya