Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan teknologi digital seperti mesin saat ini perlahan mulai menyisihkan keterlibatan manusia dalam dunia industri. Apakah ke depannya teknologi dapat benar-benar menggantikan peran manusia sebagai pekerja?
CEO Telkomtelstra, Erik Meijer menuturkan, kehadiran manusia akan tetap dibutuhkan di berbagai bidang pekerjaan. Akan tetapi, jenis pekerjaannya sendiri akan mengalami perubahan mengikuti zaman.
Advertisement
Baca Juga
"Contohnya saja wartawan. Dulu wartawan satu-satunya pembuat konten. Tapi sekarang semua orang bisa bikin konten. Wartawan kini harus menyesuaikan diri, bagaimana membuat konten yang paling kredibel," ungkapnya di Jakarta, seperti ditulis Senin (19/2/2018).
Bagi para pencari kerja di masa depan, Erik Meijer mengimbau kepada setiap orang untuk bisa beradaptasi dengan perubahan zaman, karena banyak lapangan pekerjaan yang punah, serta lahirnya jenis pekerjaan baru.
Selain itu, dia mengatakan, bahwa pencari kerja di era digital seperti saat ini harus bisa memprediksi dan memperkirakan, bidang pekerjaan apa yang nantinya akan dibutuhkan. Namun begitu, Erik menekankan untuk tidak mengabaikan minat terhadap bidang kerja apa yang dikehendaki.
"Harus prediksi, kira-kira pekerjaan apa yang akan lebih laku ke depan, dan di mana passion saya. Itu harus dikombinasikan, dan menyesuaikan dengan kebutuhan zaman sekarang dan masa depan. Tapi tetap, kita harus punya passion," tegas Erik Meijer.
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Menaker: Kompetensi Sebagai Kunci Masuk Dunia Kerja
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mendorong supaya tenaga kerja Indonesia memiliki akses yang lebih baik untuk meningkatkan kompetensi.
"Kompetensi sangat penting untuk memasuki pasar kerja yang semakin kompetitif," kata Menaker Hanif saat menghadiri acara Dialog Bersama Menteri Ketenagakerjaan bertajuk Let's Do Something for Nation yang diselenggarakan oleh IPMI International Business School pada 17 November 2017.
Pada kesempatan tersebut, Menaker mendorong agar dunia usaha lebih terlibat dalam masalah pendidikan vokasi.
"Salah satu masalah dunia kerja adalah miss-match kompetensi. Untuk mengurangi itu, maka industri harus terlibat dalam proses pendidikan, sehingga lulusannya sesuai dengan kebutuhan industri," ujar Menaker.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Menaker, keterlibatan industri bisa dari berbagai sektor, misalnya dalam membuat kurikulum.
Menaker juga menghimbau supaya lembaga pendidikan memperhatikan perkembangan teknologi yang semakin pesat. "Karena perubahan teknologi, maka karakter pekerjaan juga berubah, sehingga keterampilan yang diperlukan juga berubah," tuturnya.
Dikatakan Menaker, perkembangan teknologi juga harus dimanfaatkan untuk mempermudah proses pembelajaran.
"Misalnya di BLK, proses pembelajaran di BLK 30% teori dan 70% praktik. Kedepannya, penyampaian teori tersebut akan dilakukan melalui e-learning, sehingga akan lebih efisien," jelas Hanif.
Selain itu, dalam upaya meningkatkan kompetensi di bidang ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan juga membangun Politeknik Ketenagakerjaan.
"Saya ingin membangun perguruan tinggi yang bisa memfasilitasi berbagai pihak yang ingin mendalami tentang ketenagakerjaan," jelas Hanif.
Dasar dari Politeknik Ketenagakerjaan, paparnya, adalah sertifikasi profesi, sehingga mahasiswa ada pengamannya jika terjadi hal-hal yang buruk, karena mereka sudah memiliki sertifikat kompetensi di setiap jenjang.
Sementara itu, CEO IPMI International Business School Jimmy M. Rifai Gani mengatakan, untuk meningkatkan kapasitas pekerja harus dilakukan bekerjasama antara pemerintah dengan berbagai pihak, salah satunya adalah para pengusaha.
"Cara paling cepat untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan cara meningkatkan kapasitas pekerja, dan disini diperlukan keterlibatan dunia usaha," kata Jimmy.
Dijelaskan Jimmy, daya saing pekerja Indonesia semakin membaik, dari rangking 41 di tahun 2016, saat ini menjadi rangking 36.
Advertisement