Rumput Laut RI Bisa Kembali Masuk ke Pasar Amerika

AS menilai, karaginan harus masuk dalam daftar produk organik karena belum ada bahan subtitusi lainnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Apr 2018, 19:53 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2018, 19:53 WIB
20160416-Rumput-Laut-Balikpapan-Fery-Pradolo
Petani menjemur rumput laut di kawasan Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur, Jumat (15/4). Program CSR Pertamina telah mensejahterakan masyarakat di RT.53 Kelurahan Manggar. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha rumput laut nasional dapat kembali mengekspor produknya setelah Amerika Serikat (AS) mencabut delisting (penghapusan dari daftar pangan organik) untuk komoditas laut asal Indonesia tersebut.

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Agricultural Marketing Service (AMS) telah menerbitkan dokumen yang menyatakan bahwa Carrageenan dan Agar-Agar tetap berada di dalam daftar produk organik yang akan berlaku efektif pada tanggal 29 Mei 2018.

Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI), Safari Azis mengatakan, pihaknya akan segera melakukan konsolidasi dengan pihak China dan AS. Menurutnya, para pelaku eksportir perlu melakukan persiapan strategi untuk dapat kembali masuk ke pasar AS.

"ARLI akan segera melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan China Algae Industry Association. Pasalnya, negeri tirai bambu itu menyerap hampir 70 persen karaginan Indonesia, yang kemudian dikapalkan ke AS dan Eropa," ujar Safari di Kementerian Perdagangan, di Jakarta (9/4/2018).

Karaginan merupakan bahan penolong yang digunakan untuk pengental, pengenyal dan pengemulsi bahan olahan makanan yang berasal dari rumput laut. AS menilai, karaginan harus masuk dalam daftar produk organik karena belum ada bahan subtitusi lainnya.

"Kami sudah sering menjelaskan pada semua pihak bahwa budi daya rumput laut kita dilakukan secara alami tanpa menggunakan pupuk, kimia ataupun suplemen," jelasnya.

Setelah dengan China, pihaknya juga akan melakukan konsolidasi dengan Departemen Pertanian (USDA) dan Organic Foods Production Act (OFPA) Amerika Serikat.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com 

Awal Mula Pelarangan Masuk

20160416-Rumput-Laut-Balikpapan-Fery-Pradolo
Petani menjemur rumput laut di kawasan Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur, Jumat (15/4). Sejak tahun 2012 PT. Pertamina (Persero) membantu pemberdayaan petani rumput laut dalam bentuk pembangunan. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Sebelumnya, delisting produk rumput laut dipicu dari adanya petisi Joanne K. Tobacman dari University of Illinois, Chicago, pada Juni 2008 kepada US Food and Drug Administration (USFDA).

Isinya melarang penggunaan karaginan sebagai bahan tambahan dalam produk-produk makanan. Namun petisi tersebut ditolak pada tahun 2012.

Kemudian, petisi yang sama diajukan kembali ke US National Organic Standard Board (NOSB) pada tahun 2013 diikuti dengan adanya publikasi LSM Cornucopia Institute US pada Maret 2013.

LSM telah menyakinkan publik untuk meminta kepada US NOSB agar mengeluarkan karaginan dan agar-agar dari daftar bahan pangan organik.

"Kami dan pemerintah memang telah melakukan upaya bersama agar rumput laut ini tetap masuk dalam daftar produk organik," kata Safari.

Sebelum akhirnya delisting dicabut, pihaknya telah melakukan penyusunan dan pengiriman submisi, mengikuti public comments dan forum-forum untuk meyakinkan masyarakat internasional, terutama AS.

Tidak hanya itu, ARLI juga intens berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan baik di Indonesia maupun AS, Kementerian Kelautan dan Perikanan, KBRI Washington D.C, KADIN Indonesia, CAIA, Seaweed Industry Association of the Philippines (SIAP), ASEAN Seaweed Industry Club (ASIC), International Food Additives Council (IFAC), Marinalg International dan negara-negara penghasil rumput laut lainnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor rumput laut dan ganggang Indonesia mencapai 137.859 ton, dengan nilai USD 113,8 juta ke berbagai negara untuk periode Januari sampai Oktober 2017. Dengan dicabutnya delisting, ekspor rumput laut diyakini dapat meningkat di tahun ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya