Rupiah Tertekan, Harga Pakan Ternak Makin Mahal

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut berdampak kepada harga jual pakan ternak di dalam negeri.

oleh Septian Deny diperbarui 04 Jul 2018, 16:40 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2018, 16:40 WIB
Penggemukan Sapi di Jambi
Sejumlah peternak sapi di Jambi sempat dihebohkan dengan mewabahnya virus jembrana yang menyerang ratusan ekor sapi di daerah itu. (B Santoso/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut berdampak kepada harga jual pakan ternak di dalam negeri. Lantaran pelemahan tersebut membuat harga bahan baku pakan ternak  yang sebagian besar masih berasal dari impor semakin mahal. 

‎Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), Desianto Budi Utomo mengatakan, bahan baku pakan berkontribusi sebesar 83 persen terhadap biaya produksi di industri ini. Sedangkan hingga saat ini sebagian besar bahan baku pakan masih diimpor dari negara lain.

"Sebetulnya dalam cost structure pakan itu 83 persen diakibatkan oleh bahan pakan. Kalau dari bahan pakan 60 persen itu dari impor, by value. Misalnya suplemen, vitamin, antibiotik, feed suplemen, premix, semuanya impor, bungkil kedelai 100 persen impor," ujar dia di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Rabu (4/7/2018).

Dia mengungkapkan, saat ini harga pangan ternak ayam boiler berada di kisaran Rp 7.000 per kg. Harga tersebut sudah naik sekitar Rp 300 per kg dari harga sebelumnya. Namun, kenaikan tersebut masih terus coba ditahan agar harga jualnya ke peternak tidak terlalu tinggi.

‎‎"Kalau mengikuti bahan pakan 83 persen itu dari cost, kalau ada kenaikan harga bahan pakan itu otomatis naik. Itu seharusnya kita sudah naik Rp 600 lebih. Tapi kita beberapa anggota ada yang naik Rp 300, Rp 350. Untuk boiler sekitar Rp 7.000 per kg sudah sampai ke peternak. Kalau layer sekitar Rp 6.000-Rp 6.300. ‎(Sejak awal tahun) Naiknya (harga pakan) sekitar 5 persen-6 persen," ujar dia.

Jika hingga akhir tahun ini rupiah terus berada di atas Rp 14 ribu atau lebih, kata Desianto, maka industri dengan terpaksa kembali menaikan harga pakan sebesar Rp 300 per kg. Hal ini akan berdampak pada para peternak, baik skala kecil maupun besar.

‎"Bisa naik lagi (jika rupiah terus di atas Rp 14.000) kemarin seharusnya naik Rp 600, sekarang baru naik Rp 300, mungkin naik Rp 300 lagi sampai akhir tahun," kata dia.

 

Rupiah Terus Melemah, Sri Mulyani akan Evaluasi Kebutuhan Impor

Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih terus terjadi meskipun Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin menjadi 5,25 persen. Hari ini nilai tukar Rupiah rata-rata berada pada level Rp 14.400 per USD.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani  memastikan, pemerintah akan mengupayakan agar Rupiah dapat menguat kembali. Salah satunya memperkecil defisit transaksi berjalan melalui pengurangan impor. Sebab, impor Indonesia dalam beberapa bulan terakhir masih lebih kecil dibanding jumlah ekspor.

"Saat yang sama mulai meneliti kebutuhan impor, apakah itu memang betul-betul yang dibutuhkan untuk perekonomian Indonesia dan secara selektif akan meneliti siapa yang membutuhkan. Apakah itu dalam bentuk bahan baku ataupun bahan modal. Dan apakah betul-betul strategis untuk menunjang kegiatan ekonomi dalam negeri," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa 3 Juli 2018.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil langkah memperkecil defisit transaksi berjalan.

Adapun sektor yang akan digenjot dalam beberapa bulan ke depan selain impor adalah pariwisata. Target pemerintah hingga akhir tahun, defisit hanya berada 2,5 persen terhadap PDB.

"Kita bersama BI dan OJK melakukan koordinasi bagaimana meningkatan CAD menjadi lebih mengecil dengan mendukung ekspor dan pariwisata berbagai kegiatan yang bisa menghasilkan devisa bagi negara," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya