Perang Dagang AS-China Bikin Investor Asing Keluar dari RI

Perang dagang ini tidak hanya berdampak kepada kedua negara tetapi juga merugikan seluruh dunia.

oleh Merdeka.com diperbarui 09 Jul 2018, 12:52 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2018, 12:52 WIB
Rapat Dewan Gubernur BI Memutuskan Kenaikan Suku Bunga Acuan
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo saat jumpa pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat (29/06). Pada Rapat Dewan Gubernur BI suku bunga Deposit Facility (DF) juga naik 50 bps menjadi 4,50%, (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, perang dagang antara Amerika Serikat dan China tidak hanya berdampak buruk bagi hubungan bilateral kedua negara. Hal ini juga akan membawa pengaruh buruk bagi perekonomian negara-negara di luar AS dan China termasuk Indonesia.

"Ini yang perlu kita terus cermati ketegangan perdagangan akan berdampak buruk tidak hanya pada hubungan bilateral kedua negara, tapi juga perekonomian dunia. Perang dagang atau tekanan kedua negara akan menurunkan ekspor dan impor kedua negara tersebut. Kemudian merambat ke negara lain," ujarnya, di Jakarta, Senin (9/7/2018).

Perry menjelaskan, setidaknya ada tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh negara yang bermitra dengan AS dan China. Pertama, perang dagang ini tidak hanya berdampak kepada kedua negara tetapi juga merugikan seluruh dunia.

"Kedua, akan juga berpengaruh di sektor keuangan dalam beberapa hal. Adanya ketegangan perdagangan dua negara akan menyebabkan respons kebijakan moneter di AS yang suku bunga lebih tinggi. Risiko di pasar keuangan lebih tinggi akan membuat penarikan modal di negara berkembang termasuk Indonesia," jelasnya.

Ketiga, dalam jangka panjang negara mitra AS dan China termasuk Indonesia harus mampu memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri. Di dalam negeri, pemerintah bersama Bank Indonesia dan OJK akan memacu permintaan industri, mendorong arus modal masuk dan mengendalikan defisit transaksi berjalan.

"Bagaimana kita memperkuat permintaan industri dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dan mendorong arus modal asing masuk. Itu koordinasi pemerintah, BI, OJK dan kementerian terkait. Kita lakukan untuk memastikan ekonomi kita kuat stabilitasnya dan mencari terobosan baru baik dari luar maupun dalam, mendorong pariwisata, ekspor produk berdaya saing, itu yang kita lakukan termasuk relaksasi LTV kemarin untuk mendorong permintaan dalam negeri," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Trump Resmi Mulai Perang Dagang dengan China

Donald Trump
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyambut antusias penunjukkan negaranya sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026 bersama dengan Kanada dan Meksiko. (AFP/Nicholas Kamm)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi melempar serangan pertama dalam perang dagang dengan memberlakukan tarif pada impor China. Tarif AS pada impor China senilai USD 34 miliar telah berlaku Jumat ini.

Bahkan, Trump telah mengancam akan mengenakan tarif tambahan menjadi USD 500 miliar jika China melakukan perlawanan berupa pemberlakuan tarif balasan.

Analis FXTM Jameel Ahmad mengatakan, kebijakan itu membuat mata uang beberapa negara berkembang langsung tumbang.

"Ada beberapa penghindaran risiko di atmosfer setelah pengumuman dari Presiden Trump, di mana mata uang negara berkembang dan pasar saham tampak berjuang sebagai akibat dari lingkungan perdagangan yang berhati-hati," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/7/2018).

Beberapa mata uang yang langsung terkena dampak adalah yuan China, rupee India, ringgit Malaysia, baht Thailand, won Korea, dan dolar Singapura. Mata uang-mata uang tersebut semuanya diperdagangkan lebih rendah pada hari ini.

Tidak hanya itu, pasar perdagangan saham Asia pun akan terkena imbasnya.

"Antisipasi tentang apakah Beijing (China) akan bereaksi, atau membalas dengan tarif dari Presiden Trump dapat mempertahankan bias hati-hati dari investor," ujarnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya