Perang Dagang Dimulai, China Siap Melawan Donald Trump

Pemerintahan Donald Trump resmi memulai perang dagang dengan memberlakukan tarif sebesar USDS 34 miliar pada produk-produk China.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 07 Jul 2018, 10:30 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2018, 10:30 WIB
Donald Trump Gandeng Melania Trump
Presiden AS Donald Trump menggandeng tangan istrinya, Melania pada acara piknik merayakan Hari Kemerdekaan di halaman Gedung Putih, Rabu (4/7). Pasangan yang jarang bergandengan tangan di depan umum itu langsung mencuri perhatian. (AFP/Brendan Smialowski)

Liputan6.com, New York - Pada Jumat (6/7/2018), Pemerintahan Donald Trump resmi memulai perang dagang dengan diberlakukannya tarif sebesar USD 34 miliar kepada produk-produk asal China. Kementerian Perdagangan China mengaku siap melawan.

Menurut lansiran CNBC, Kementerian Perdagangan China menyatakan tidak punya pilihan lain selain melawan balik. Pihak kementerian menambahkan bahwa langkah Amerika Serikat (AS) dapat merusak rantai suplai dan nilai global, ditambah dengan membuat pasar bergejolak.

Seraya ingin tampil berbeda dengan Trump, pihak China mengklaim akan terus melakukan reformasi domestik dan membuka diri. Sebelumnya, Presiden Donald Trump menolak istilah perang dagang, sebab menurutnya perang tersebut sudah terjadi, dan AS sudah kalah.

"Kita tidak sedang dalam perang dagang dengan China, perang tersebut sudah dibuat kalah bertahun-tahun lalu oleh orang-orang bodoh atau tak kompeten yang mewakili AS," ujar Trump di akun Twitter-nya pada awal April lalu.

"Sekarang kita memiliki Defisit Dagang sebesar USD 500 miliar dalam setahun, ditambah kerugian Pencurian Hak Kekayaan Intelektual sebesar USD 300 miliar. Kita tak bisa membiarkan ini berlanjut!" pungkasnya.

Langkah sanksi ini tetap dilaksanakan Trump meski ia sempat memuji Xi Jinping sebagai sahabatnya.  Pihak China pernah mengancam membalas tarif ke produk AS seperti kacang kedelai. Trump tidak bergeming pada ancaman itu, malah pemerintahannya menyebut siap menambah tarif sampai USD 500 miliar.

Selama ini Trump memang selalu mengeluhkan nasib perdagangan AS yang ia anggap selalu dirugikan negara lain, baik itu negara sekutu maupun musuh. Selain China, negara-negara lain yang terancam kena sanksi tarif Trump adalah Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa. Bahkan, Indonesia pun disebut bisa terimbas perang dagang ini.

 

Ditentang Kamar Dagang AS

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Kebijakan dagang Trump menimbulkan pro dan kontra di kalangan ekonom. Di luar ahli keuangan, ternyata Kamar Dagang AS turut menentang langkah sang presiden. 

Potensi perang dagang yang dipicu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mulai membuat cemas Kamar Dagang AS yang mewakili kepentingan tiga juta perusahaan. Mereka protes pada Trump karena cemas kebijakan tarif impor buatan Trump berisiko merugikan pengusaha AS.

Dilansir Reuters, Kamar Dagang AS menyebut kebijakan Trump menaikkan tarif berisiko menyebabkan perang dagang, dan akhirnya pengusaha AS malah terancam kena kebijakan balasan dari negara lain.

"Pihak pemerintah mengancam mencederai kemajuan ekonomi yang telah susah-susah diraih. Kita harus mengupayakan perdagangan yang bebas dan adil, tapi caranya bukan begini," kata pernyataan Presiden Kamar Dagang AS, Tom Donohue.

Salah satu contohnya, barang ekspor Texas seharga miliaran dolar yang dikirim ke Meksiko dan China bisa menjadi korban pembalasan.

Untuk diketahui, Trump menaikkan tarif ke impor besi dan alumunium dari China, Uni Eropa, dan Kanada. Selama ini, Trump memandang negara-negara tersebut berbisnis secara tidak adil ke AS, sehingga menjadi dasar bagi Trump untuk membalas dengan tarif. Tindak saling menaikkan tarif ini yang dikhawatirkan memicu perang dagang.

Kamar Dagang AS sebetulnya adalah sekutu penting bagi Trump dan Partai Republik. Sebelumnya, mereka memuji langkah sang presiden untuk memotong pajak.

Meskipun ada kekhawatiran perang dagang, tetapi Sarah Sanders,  juru bicara Gedung Putih, tetap percaya diri atas kebijakan dagang Donald Trump.

"Presiden fokus untuk membantu melindungi tenaga kerja dan industri Amerika dan menciptakan ranah persaingan yang adil," ucap Sanders.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya