Penggunaan Pestisida Berlebih Ancam Ketahanan Pangan RI

Pemerintah perlu secara serius melaksanakan perbaikan lahan tanam secepatnya melalui Program Pembugaran Tanah dengan memperbaiki sifat dari biologi tanah.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Jul 2018, 15:53 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2018, 15:53 WIB
20160704-Pupuk Padi-Karawang- Gempur M Surya
Petani memupuk tanaman padi di Karawang, Jawa Barat, Senin (4/7). Kementerian Pertanian optimis target produksi padi sebesar 75,13 juta ton pada tahun 2016 dapat tercapai. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan kerusakan lahan dan penggunaan pupuk serta pestisida yang tidak bijak menjadi ancaman bagi ketahanan pangan Indonesia.

Phd Senior Expatriate Tech-Cooperation Aspac FAO Ratno Soetjiptadie mengatakan, sekitar 69 persen tanah Indonesia dikategorikan rusak parah lantaran penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan.

Selain itu, ketahanan pangan (food securities) Indonesia pada periode 2015-2080 juga sangat rentan terhadap perubahan iklim. Akibatnya, masalah banjir, kekeringan, serangan hama, selalu dijadikan kambing hitam dari gagal pangan.

“Kita belum punya perencanaan. Kalau butuhnya 1 juta ton, mustinya produksi 1,5 juta ton sehingga ada stok 0,5 juta ton. Kita belum sampai ke sana," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (10/7/2018).

Sementara itu, minimnya ilmu pengetahuan, membuat petani dalam negeri tidak dapat mengukur kadar Ph tanah atau obat-obatan apa saja yang tidak boleh digunakan. Hal ini diperparah juga dengan ketidakmampuan petani dalam memilih benih unggul.

Dia mencontohkan, petani di Karawang memberikan pupuk pada tanaman padi hingga 1 ton dengan harapan akan meningkatkan produksinya. “Akibatnya biaya produksi beras di Indonesia cukup tinggi, dan salah satu kontribusinya dari pembelian pupuk,” kata dia.

Menurut Ratno, biaya produksi beras di Indonesia saat ini sebesar Rp 5.900 per kilogram (kg). Angka tersebut lebih tinggi ketimbang biaya produksi di negara lain seperti Vietnam yang sebesar Rp 2.300 per kg, Australia Rp 1.800 per kg dan Amerika Serikat Rp 900 per kg.

“Ditakutkan jika tidak terobosan, Indonesia akan tetap impor beras. Sementara sekitar 40 juta petani padi di Indonesia itu menghidupi penduduk 240 juta jiwa, itu riskan. Apabila petani merugi, maka akan beralih profesi. Sehingga siapa yang akan menanam padi," kata dia.

 

 

Perbaikan Lahan

20160704-Pupuk Padi-Karawang- Gempur M Surya
Petani memupuk tanaman padi di Karawang, Jawa Barat, Senin (4/7). Untuk mencapai target swasembada pangan 2016, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 20 triliun. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Untuk itu, lanjut Ratno, pemerintah perlu secara serius melaksanakan perbaikan lahan tanam secepatnya melalui Program Pembugaran Tanah (Soil Amendment Programme) dengan memperbaiki sifat dari biologi tanah.

“Selama ini kita hanya memperhatikan sifat fisika dan kimia, sementara aspek biologi tidak pernah dipikirkan. Nenek moyang kita jaman dulu tidak ada pupuk, tapi bisa menanam dan panen. Pada saat intesif mennggunakan pupuk, produksi malah turun atau terjadi gagal panen," tandas dia.

‎Sementara itu, ‎Ketua Kompartemen Tanaman Pangan Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Yuana Leksana mengungkapkan, berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), dalam tiga tahun terakhir produksi padi memang terus meningkat, namun dari sisi produktivitas lahan mengalami penurunan.

"Produktivitas padi pada 2015 sebesar 5,34 ton per hektare (ha), kemudian turun menjadi 5,24 ton per ha dan 2017 hanya mencapai 5,16 ton per hektare (ha). Pemerintah telah mendorong penggunaan benih bermutu dan varietas unggul melalui subsidi benih. Anehnya, banyaknya bantuan benih pemerintah, namun dari aspek podukivitas malah menurun," jelas dia.

Untuk itu, menurut Yuana, pemerintah perlu mendorong penggunaan benih padi hibrida guna meningkatkan produktivitas lahan tanam pagi. Produktivitas padi hibrida lebih tinggi sekitar 20 sampai 30 persen ketimbang benih biasa.

“Hibrida sudah terbuki pada jagung karena sekitar 70 persen areal tanam sudah menggunakan hibrida. Padi hibrida menjadi pilihan di banyak negara Asia, misalkan China, India, Pakistan, Bangladesh, Filipina dan Vietnam,” tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya