IKM Bisa Ikut Andil Kembangkan Kendaraan Green Diesel

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendorong penggunaan green diesel atau campuran minyak sawit 100 persen untuk bahan bakar kendaraan.

oleh Bawono Yadika diperbarui 23 Jul 2018, 21:07 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2018, 21:07 WIB
PT TMMIN bertemu dengan Kementrian Perindustrian bahas mobil listrik (Foto: Kemenperin)
PT TMMIN bertemu dengan Kementrian Perindustrian bahas mobil listrik (Foto: Kemenperin)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendorong penggunaan green diesel atau campuran minyak sawit 100 persen untuk bahan bakar kendaraan. Rencana pembentukan B100 ini bahkan sudah disampaikan langsung ke Presiden Joko Widodo.

"Sudah kami usulkan dengan kabinet, Pak Presiden sudah setuju bahwa dari B20 kita lari ke B100. Nah B100 ini namanya green diesel," kata dia, Senin (23/7/2018).

Menurutnya, green diesel sangat ramah lingkungan, dan bagi Indonesia sendiri punya tingkat keberlanjutan tinggi. "Karena kita punya kelapa sawit dan kelapa sawit itu punya kapasitas untuk dibuat green diesel." tutur dia.

Airlangga mengatakan bahwa industri kecil dan menengah (IKM) bisa ikut andil dalam pengembangan kendaraan green diesel yang akan diinisiasi pemerintah dalam rangka mendorong penggunaan produk turunan kelapa sawit.

"Di Indonesia pada 2025 penggunaan motor bakar yang menggunakan gasolin itu masih besar. Lalu kita punya kelapa sawit. Nah kelapa sawit itu bisa jadi green diesel, diesel yang ramah lingkungan," jelasnya.

Sayangnya, teknologi green diesel berbeda dengan teknologi yang digunakan dalam pengembangan B20.

"B20 prosesnya masih esterifikasi, sedangkan green diesel prosesnya hidrogenasi. Ini tentu kita akan pilih sehingga kita masih ada kesempatan mengembangkan industri-industri berbasis green diesel tersebut," katanya.

Dengan demikian, lanjut Airlangga, industri motor bakar masih akan terus berkembang dan IKM komponen masih akan dibutuhkan dalam pengembangan teknologi kendaraan masa depan.

Ditambah lagi dengan penggunaan alternatif energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pemakaian Biodiesel 20 Persen, RI Hemat Devisa USD 5,5 Miliar

Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan Kelapa Sawit (AFP PHOTO/Saeed KHAN)

Pemerintah terus merampungkan rencana perluasan penerapan B20 (biodisel dengan pencampuran minyak solar dan minyak sawit 20 persen) untuk non public service obligation (PSO) dan nonPSO.

Penerapan ini salah satunya bertujuan untuk menekan kebutuhan impor dan peningkatan harga kelapa sawit. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Bidang Perekonomian), Darmin Nasutionmengatakan, penerapan B20 dapat berdampak pada penghematan devisa negara sekitar USD 5,5 miliar per tahun. Dengan asumsi Indonesia menggunakan B20 secara penuh pada PSO dan non PSO. 

"Dengan melaksanakan B20 untuk PSO dan non PSO paling tidak ada dua dampak positifnya. Satu penghematan devisa. Kalau sudah full B20 nya mudah-mudahan dalam waktu enggak lama beberapa bulan kita bisa mencapainya, itu setahun bisa menghemat USD 5,5 miliar," ujar Darmin pada 20 Juli 2018.

Dengan penghematan sebesar USD 5,5 miliar, secara harian Indonesia dapat menghemat USD 21 juta per hari. "Berarti sehari, hari kerja ya 260 hari dalam setahun. Berarti sehari USD 21 juta itu penghematannya. Penghematan bukan keuntungan," ujar dia. 

Penghematan ini dapat dilakukan karena penerapan B20 akan mengkombinasikan penggunaan solar dan minyak sawit. Sehingga, ketergantungan Indonesia terhadap impor dapat ditekan. "Artinya kita tidak pakai valas lagi, kerena diisi oleh biodiesel nya," kata Darmin. 

Darmin mengatakan, penerapan biodisel ini sebenarnya sudah dilakukan pada PSO. Namun, dalam perjalanannya masih tergolong lambat karena hanya digunakan oleh beberapa sektor. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong agar penerapan B20 dapat diperluas. 

"Jadi biodiesel itu sebetulnya pemerintah itu punya peraturan pemerintah nomornya 61, yang mengatur kewajiban atau mandatori menggunakan B20. Selama ini yang berjalan itu adalah itu ada dua kelompok besar PSO dan Non PSO. Yang jalan itu PSO walaupun kurang optimal juga," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya