Liputan6.com, Jakarta - Era teknologi adalah era di mana kehidupan dan aktivitas masyarakat lebih mudah dan efektif karena peran dunia digital. Salah satu jenis startup yang mulai naik daun adalah fintech.
Fintech adalah sebutan populer untuk financial dan technology yang mengacu pada inovasi dalam bidang jasa keuangan. Inovasi yang ditawarkan fintech sangat luas dan dalam berbagai segmen, baik itu B2B (Business to Business) hingga B2C (Business to Consumer).
Keberadaan fintech sangat memengaruhi gaya hidup masyarakat ekonomi. Perpaduan antara efektivitas dan teknologi memiliki dampak positif bagi masyarakat pada umumnya.
Advertisement
Baca Juga
Terdapat beberapa manfaat dengan adanya fintech di lingkungan masyarakat. Di antaranya, fintech dapat membantu perkembangan baru di bidang startup teknologi yang tengah menjamur saat ini. Hal ini dapat membantu perluasan lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi tersebut mendatangkan manfaat kedua, yaitu peningkatan taraf hidup masyarakat. Fintech dapat menjangkau masyarakat yang tidak dapat dijangkau oleh perbankan konvensional.
Selain itu, fintech juga dapat meningkatkan ekonomi secara makro. Kemudahan yang ditawarkan fintech dapat meningkatkan penjualan e-commerce. Manfaat yang paling dapat dinikmati oleh masyarakat besar adalah penurunan bunga pinjaman. Dengan transparansi fintech, peminjam dana tidak perlu takut terjerumus dengan bunga tinggi para lintah darat.
Praktis dalam Teknologi
Setelah Anda mengetahui definisi, klasifikasi, serta manfaat fintech, akan lebih baik jika Anda dapat mengikuti perkembangan fintech di Indonesia. Dengan adanya fintech, proses ekonomi akan lebih mudah dan praktis.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada 54 perusahan fintech yang terdaftar di regulator. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menjelaskan, ada 53 perusahaan fintech konvensional dan satu perusahaan fintech syariah.
“Memang didominasi oleh perusahaan fintech konvensional dan satu perusahaan fintech syariah,” katanya.
Dia menambahkan, hingga akhir tahun, OJK akan mencatatkan sebanyak 164 perusahaan fintech yang sudah terdaftar di OJK. Saat ini, dalam pipeline sudah ada 34 perusahaan yang sedang dalam proses pendaftaran.
Hendrikus mengungkapkan, ada beberapa perusahaan fintech yang dokumen pendaftarannya dikembalikan dan tak diterima OJK. Hal ini karena perusahaan belum melengkapi persyaratan, seperti Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Teroris (PPT).
OJK juga menyiapkan payung hukum yang mewajibkan pelaku fintech melakukan uji kelayakan sebelum mendapat izin beroperasi. Lewat cara ini juga diharapkan bisa menekan peluang investasi bodong berbalut fintech.
Deputi Komisioner OJK Institute Sukarela Batunanggar mengatakan, nantinya akan ada serangkaian uji kelayakan yang harus dilakukan pelaku fintech sebelum dinyatakan lulus.
“Jadi artinya yang bodong-bodong dan lain sebagainya itu nanti dengan sistem ini, disiplin pasar ini, nanti akan terpilah dengan sendirinya,” jelasnya.
Dia menjelaskan, nantinya dengan peraturan baru ini uji kelayakan dilakukan dalam regulatory sandbox (program uji coba bagi start-up fintech). Tujuan uji kelayakan ini agar pelaku fintech bisa lebih bertanggungjawab terhadap konsumen.
“Makanya OJK akan mendorong inovasi yang bertanggungjawab. Apa itu yang bertanggung jawab? Sebelum melakukan bisnis harus diuji dulu bisnis model, proses bisnis, tata kelola, itu dulu. Setelah oke, dia akan mencatatkan diri ke OJK, nanti dengan peraturan baru. Kalau sudah, nanti boleh terdaftar dan beroperasi. Artinya, ada aspek perlindungan konsumen,” jelasnya.
Selain itu, OJK mendorong agar ke depannya fintech dibangun dengan memperhatikan aspek-aspek edukasi dan perlindungan konsumen.
“Teknologi platform yang dibangun fintech harus juga memuat aspek-aspek edukasi dan perlindungan konsumen. Jadi artinya itu nanti menjadi bagian yang harus dipenuhi oleh startup yang mau beroperasi dan juga mendaftarkan diri atau menguji modelnya di OJK,” tambahnya.
Advertisement
Inovasi Keuangan Digital
Langkah baru OJK bertajuk Inovasi Keuangan Digital (IKD) akan meluncur pada Agustus 2018. Regulasi ini merupakan payung hukum yang akan mengatur industri fintech yang diawasi OJK.
Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro OJK Triyono menjelaskan, awalnya beleid ini akan terbit pasca Lebaran atau Juni 2018. Namun urung diterbitkan lantaran masih menunggu persetujuan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Rencananya akan mulai kami sosialisasikan saat peresmian fintech center nanti pada 16 Agustus, semoga setelah ini bisa segera terbit,” ungkapnya.
Dengan terbitnya payung hukum khusus fintech ini akan memberikan patokan regulasi kepada jenis-jenis fintech yang belum diatur secara khusus. Apalagi kini perkembangan bisnis fintech semakin berkembang pesat dengan inovasi baru yang ditelurkan.
Jenis fintech yang akan berada di bawah pengawasan OJK adalah fintech selain payment yang sudah di bawah pengawasan Bank Indonesia (BI). Fintech yang di bawah supervisi OJK antara lain fintech peer to peer lending, insurtech, equity crowdfunding, dan sebagainya.
Klasifikasi Fintech
Sebelum mengetahui manfaat keberadaan fintech, sebaiknya Anda mengetahui jenis-jenis fintech dan klasifikasinya menurut Bank Indonesia.
1. Crowdfunding dan Peer to Peer Lending
Pada klasifikasi ini, fintech berguna sebagai mediasi yang menemukan investor dengan pencari modal, layaknya marketplace dalam istilah e-commerce. Crowdfunding (pembiayaan masal atau berbasis patungan) dan peer to peer (P2P) lending ini diawasi oleh OJK.
Crowdfunding sangat berguna untuk melakukan penggalangan dana, seperti untuk mendanai sebuah karya, membantu korban bencana, dan lainnya.
P2P Lending merupakan sebuah layanan fintech yang sangat membantu masyarakat UMKM sehingga mereka dapat meminjam dana dengan mudah walaupun mereka belum memiliki rekening di bank.
2. Market Aggregator
Pada klasifikasi ini, fintech akan berperan sebagai pembanding produk keuangan, di mana fintech tersebut akan mengumpulkan dan mengoleksi data finansial untuk dijadikan referensi oleh pengguna. Klasifikasi ini juga dapat disebut dengan nama comparison site atau financial aggregator.
Contohnya, jika seorang konsumen ingin memilih produk KPR, platform fintech akan menyesuaikan data finansial pribadi konsumen dan memberikan pilihan produk KPR sesuai dengan data pribadi yang dimasukkan. Pilihan ini akan diberikan sesuai keinginan dan kemampuan finansial serta preferensi konsumen.
Advertisement
3. Risk and Investment Management
Konsep yang ditawarkan fintech dalam klasifikasi ini memiliki fungsi seperti financial planner yang berbentuk digital. Pengguna akan dibantu untuk mendapatkan produk investasi yang paling cocok sesuai dengan preferensi yang diberikan.
Selain manajemen risiko dan investasi, pada klasifikasi ini, juga terdapat manajemen aset, di mana fintech akan membantu operasional sebuah usaha sehingga lebih praktis. Fintech yang bergerak dalam bidang perencanaan keuangan juga tergolong di dalam klasifikasi jenis ini.
Salah satu platform terkenal yang berfokus pada financial planning (perencanaan keuangan) adalah Finansialku.com. Platform ini memiliki fokus pada financial education, edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan, serta perencanaan keuangan.
4. Payment, Settlement, dan Clearing
Jenis fintech yang tergabung di dalam klasifikasi ini adalah pembayaran (payment), seperti payment gateway dan e-wallet. Klasifikasi ini diawasi oleh BI (Bank Indonesia) karena proses pembayaran ini juga meliputi perputaran uang yang nantinya akan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia.
Payment gateway merupakan sebuah jembatan antara pelanggan dan e-commerce (perusahaan penyedia jual beli online) yang difokuskan pada sistem pembayaran.
Dengan adanya fintech berbentuk payment gateway, pelanggan dapat memilih metode pembayaran yang diinginkan.
Sumber: www.wormtraders.com