Liputan6.com, Jakarta - Perundingan kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Australia atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) telah memasuki babak akhir.
Setelah enam tahun dirundingkan, pada November 2018 perjanjian kerja sama perdagangan tersebut akan ditandatangani oleh kedua negara.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Imam Pambagyo mengatakan, pencapaian perjanjian kerja sama ini menjadi angin segar bagi Indonesia di tengah kondisi global seperti saat ini. Melalui kerja sama ini, Indonesia bisa menggenjot ekspor produknya ke Australia.
Advertisement
Baca Juga
"Capaian ini merupakan momentum yang tepat bagi kedua negara di tengah situasi saat ini dan cukup signifikan. Karena dua ekonomi negara besar di kawasan ini bisa kerjasama ini supaya berintegrasi dan bermitra," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Direktur Perundingan Bilateral Kemendag, Ni Made Ayu Marthini mengatakan, melalui perjanjian kerja sama ini, Australia berkomitmen untuk memberikan tarif 0 persen kepada produk-produk Indonesia. Hal ini tentu akan mendorong ekspor Indonesia ke Negeri Kanguru tersebut.
"Ada sekitar kurang lebih 7.000 pos tarif (produk Indonesia) yang mendapatkan 0 persen. Kalau dari sana (produk Australia) hanya sekitar 90 persen. Tidak semuanya," kata dia.
Dia menuturkan, produk-produk Indonesia yang mendapatkan bea masuk 0 persen antara lain produk otomotif seperti sepeda motor, mobil hybrid dan listrik.
Kemudian, tekstil produk tekstil seperti pakaian, t-shirt, celana dan jersey. Produk-produk tersebut mendapatkan tarif bea masuk 0 persen dari sebelumnya 5 persen. Hal ini membuat produk-produk tekstil Indonesia mampu berkompetisi dengan Malaysia, Thailand, Vietnam yang sebelumnya sudah mendapatkan pembebasan tarif.
Selain itu, produk herbisida dan pestisida yang juga mendapatkan tarif 0 persen dari sebelumnya lima persen. Produk lain yaitu peralatan elektronik, permesinan, karet dan turunannya, kayu dan turunannya, kopi, coklat, serta kertas yang sudah mendapatkan bea masuk 0 persen dapat lebih ditingkatkan ekspornya melalui konsep economic powerhouse.
Masyarakat Australia Sambut Positif Kesepakatan Perdagangan Bebas dengan Indonesia
Sebelumnya, warga, pegiat ekonomi, dan politisi oposisi Australia, dikabarkan mendukung, bahkan mendesak, Perdana Menteri Scott Morrison untuk segera menyepakati perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement atau FTA) dengan Indonesia --atau yang bernama resmi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).
Desakan itu mencuat jelang kunjungan Morrison ke Indonesia, yang sekaligus menjadi kunjungan luar negeri pertamanya sebagai PM Australia.
Lawatan itu, kata pihak Kementerian Luar Negeri RI, akan berlangsung pada 31 Agustus 2018, yang mana Morrison akan bertemu dengan Presiden RI Joko Widodo di Istana Bogor dan bersama-sama mengumumkan finalisasi IA-CEPA.
Dalam sebuah konferensi pers kemarin 29 Agustus 2018, pihak Kemlu RI belum mau memberikan detail mengenai isi IA-CEPA "sampai benar-benar difinalisasi dan diumumkan oleh kedua kepala pemerintah."
Namun, mereka menggarisbawahi secara umum bahwa perjanjian itu akan berisi sejumlah klausul kerja sama strategis di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi di berbagai sub-sektor.
Misalnya, kesepakatan membuka akses pasar bebas 'berkualitas tinggi' bagi kedua negara --termasuk untuk barang-barang pertanian dan pangan, pengurangan hingga pembebasan tarif, hingga dibukanya akses manufaktur dan produksi Indonesia-Australia di masing-masing negara, seperti di bidang perkapalan dan industri pangan.
Namun, berbeda dengan FTA biasa, perjanjian itu tak hanya bergerak di bidang ekonomi saja, namun juga merambah ke sektor kerja sama lain, mulai dari pendidikan, jasa, hingga hal lain yang berkelindan, kata pihak pemerintah Indonesia.
Dari pihak Australia, ekspor gandum dan produk pangan akan mendominasi lebih dari separuh perjanjian perdagangan dengan Indonesia. Kalangan petani berharap hal ini dapat diperluas di bawah IA-CEPA.
"Untuk sektor biji-bijian, mungkin ini hal paling penting yang kami miliki untuk beberapa waktu," kata Andrew Weidemann, seorang petani gandum dari negara bagian Victoria, seperti dilansir ABC.net.au, Kamis (30/8/2018).
Ekspor ternak, gula, daging sapi dan kapas juga menjadi lima komoditi pertanian utama Australia yang diekspor ke Indonesia dan diperkirakan akan mengalami peningkatan ekspor ketika IA-CEPA telah terimplementasi.
Mendongkrak Perdagangan
Sementara itu, juru bicara Oposisi Pemerintah di Parlemen Australia bidang urusan Perdagangan dan Investasi, Jason Clare menjelaskan, IA-CEPA seharusnya bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat kedua negara dan mengoptimalisasi hubungan perdagangan RI-Australia yang selama ini lesu. Semestinya, Australia bisa memanfaatkan potensi Indonesia yang berkemungkinan menjadi kekuatan ekonomi terbesar keempat dunia.
Namun sampai saat ini, Indonesia belum menjadi salah satu dari 10 mitra dagang utama Australia.
"Australia dan Indonesia seperti tetangga yang nyaris tidak saling tegur," kata Clare.
"Kita tidak berbicara satu sama lain, atau bekerja sama sebagaimana seharusnya," tambahnya.
"Jika perjanjian ini (IA-CEPA) bisa mengubah hal itu, meningkatkan perdagangan, pekerjaan dan menyatukan kedua negara, maka hal itu bagus," ujar Clare.
"Namun kita harus menunggu bagaimana detailnya," katanya.
Patut digarisbawahi, usai diumumkan oleh kedua kepala pemerintah di Istana Bogor pada Jumat 31 Agustus mendatang, IA-CEPA belum otomatis terimplementasi.
"Akhir pekan nanti, Pak Jokowi dan Pak Morrison hanya akan mengumumkan bahwa IA-CEPA telah final dan telah disepakati bersama. Namun, penandatanganan baru akan dilakukan akhir tahun ini," kata Edi Yusup, Direktur Asia Timur dan Pasifik Kemlu RI, yang memperkirakan bahwa teken IA-CEPA akan dilaksanakan pada Oktober, atau paling lama, Desember 2018.
Jika ditandatangani, IA-CEPA akan menjadi perjanjian perdagangan keempat yang dicapai Australia di Asia, menyusul Korea Selatan, Jepang dan China.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement