Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan Indonesia tidak akan mendapat teguran dari World Trade Organization (WTO) terkait dengan kebijakan kenaikan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 menjadi 10 persen terhadap 1.147 barang konsumsi yang diimpor.
Bahkan, kebijakan ini diyakini tidak akan berpengaruh pada penilaian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) atau kebijakan perdagangan yang memberi pemotongan bea masuk impor terhadap produk ekspor suatu negara penerima yang diberikan oleh negara maju untuk membantu negara berkembang.
"Tidak usah dikhawatirkan. Ini PPh Pasal 22 tidak melanggar WTO dan bisa dikreditkan dan yang kita persoalkan jenisnya. Kita juga berharap masih tetap dapat fasilitas GSP. Sebab, kita sudah dapat pengecualian untuk besi dan baja, juga relaksasi ekspor strategis untuk CPO dan rotan setengah jadi," jelas Enggartiasto di Kementerian Keuangan Jakarta, Rabu, 5 September 2018.
Advertisement
Baca Juga
Salah satu pertimbangan pemerintah merevisi tarif PPh 22 untuk barang impor, yakni untuk mengendalikan defisit. Data Kementerian Keuangan menunjukkan nilai impor 1.147 barang impor tersebut pada 2017 mencapai USD 6,6 miliar.
Sementara, sampai pertengahan 2018 nilainya sudah mendekati capaian 2017, yakni mencapai USD 5 miliar. Besarnya impor ini turut berpengaruh pada defisit neraca transaksi berjalan mencapai USD 13,5 miliar pada semester I 2018.
Untuk meningkatkan kinerja ekspor, Enggar pun menyatakan Kementerian Perdagangan siap melakukan percepatan kerja sama perdagangan pasar dengan Australia melalui Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) pada November nanti. Ini sebagai salah satu upaya menambah devisa agar angka defisit bisa menurun.
"Dengan itu pengusaha bersiap meningkatkan ekspor tekstil ke Australia. Kami juga tengah menyelesaikan perjanjian perdagangan dengan Tunisia, Maroko, dan Mozambik," pungkas Enggartiasto.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Dongkrak Pajak Impor 1.147 Komoditas
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menerbitkan aturan terbaru mengenai pengenaan kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) 22 untuk barang impor.
Pemerintah secara resmi memutuskan sebanyak 1.147 barang impor dilakukan revisi tarif. "Untuk komoditas nonmigas kami, mengidentifikasi barang-barang apa saja yang bisa kendalikan dalam situasi sekarang. Sebanyak 1.147 pos tarif akan kita lakukan tindakan pengendalian melalui instrumen PPh," ujar Sri Mulyani di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Sri Mulyani mengatakan, revisi tarif ini perlu dilakukan untuk mengendalikan impor barang dari luar negeri. Langkah ini diperlukan untuk menjaga defisit transaksi neraca berjalan yang berasal dari defisit neraca perdagangan.
BACA JUGA
"Jadi, instrumen PPh ini dilakukan untuk mengendalikan impor dari barang-barang. Kami melakukan penelitian dan kajian detail. Pengaruhnya seminim mungkin, tidak untuk menghambat produksi industri dalam negeri," ujar dia.
Lebih lanjut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menjamin, revisi tarif PPh impor ini tidak akan mengganggu produksi industri dalam negeri yang berorientasi ekspor. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
"Tindakan pengendalian impor melalui instrumen PPh, kami lakukan rutin langsung untuk mengendalikan impor barang-barang. Penelitian detail dilakukan bersama agar tidak memengaruhi ekonomi secara keseluruhan," kata dia.
Advertisement