Gubernur BI: Rupiah Tembus 15 Ribu per Dolar AS Bukan Kiamat

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menuturkan, tingkat depresiasi yang dialami rupiah tidak sedalam seperti mata uang negara lain.

oleh Septian Deny diperbarui 03 Okt 2018, 15:04 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2018, 15:04 WIB
Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan nilai tukar rupiah melemah dan tembus Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) bukan hanya dialami Indonesia. Menurut dia, mata uang negara lain di dunia juga merosot.

"Jangan kita lihat kalau 15 ribu sudah kiamat. Kita bandingkan dulu kalau semua negara mengalami tekanan depresiasi, harus kita bandingkan depresiasinya, bukan tingkat levelnya. Tingkat pelemahannya seperti apa 14 ribunya, 15 ribunya, dan juga naik turunnya," ujar dia di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (3/10/2018).

Jika dibandingkan dengan negara lain di Asia, kata Perry, tingkat depresiasi yang dialami rupiah tidak sedalam mata uang negara lain. Hanya bath Thailand saja yang cenderung stabil terhadap dolar AS.

"Tingkat pelemahan rupiah 9,82 persen dari akhir Desember 2017 sampai sekarang. Kita bandingkan dengan Thailand, surplusnya mereka besar USD 54 miliar. Tidak bisa kita bandingkan dengan Thailand,” ujar dia.

"Kita bandingkan dengan negara lain yang mengalami defisit serupa, yakni rupee India yang melemah 12,4 persen. Dengan peso Filipina kok kita lebih tinggi kita 9,82 persen, sementara Filipina 8,2 persen. Lah wong mereka tahun lalu surplus baru sekarang saja defisit. Apalagi dengan China yuan justru melemah kan nikai tukarnya," kata dia.

Oleh sebab itu, kata Perry, meski melemah, nilai tukar rupiah masih tetap terjaga baik. Tinggal bagaimana langkah yang perlu diambil untuk memperbaiki hal ini.

"Kalau dilihat, suhu panas kita dibandingkan negara lain masih terjaga. Kita bandingkan Turki, Brasil, Afrika Selatan, Indonesia, India, Filipina, Tiongkok dan Thailand. Turki pelemahannya 37,7 persen,  Brasil 17,6 persen, Afrika Selatan 13,8 persen, India 12,4 persen, Indonesia 9,8 persen, Filipina 8,2 persen, Tiongkok 5,3 persen, Thailand  0,6 persen," ujar dia.

 

Rupiah Masih Tertekan pada Perdagangan Rabu

Rupiah-Melemah-Tipis-Atas-Dolar
Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bergerak melemah pada perdagangan Rabu ini.

Mengutip Bloomberg, Rabu 3 Oktober 2018, rupiah dibuka di angka 15.065 per dolar AS, melemah jika dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.042 per dolar AS. Sejenak kemudian, rupiah tertekan lebih dalam ke 15.077 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.065 hingga 15.087 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 11,23 persen.

Adapun berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.088 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.988 per dolar AS.

"Pergerakan rupiah mampu berbalik menguat meski terbatas setelah sempat mengalami tekanan pada hari sebelumnya," kata Analis senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, dikutip dari Antara.

Ia menambahkan, ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko diharapkan mereda setelah disepakatinya Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA).

"Namun sentimen perang dagang AS dan tiongkok masih membayangi," katanya.

Sementara itu terpantau, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pukul 10.15 WIB bergerak ke area negatif atau melemah ke posisi 15.082 per dolar AS.

Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong mengatakan sentimen mengenai defisit neraca transaksi berjalan masih menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan rupiah.

"Fundamental ekonomi sebenarnya masih bagus, hanya memang ada beberapa celah yang dinilai pasar masih negatif seperti defisit neraca transaksi berjalan," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya