Kerja Sama Negara Selatan Jadi Solusi Atasi Dampak Perang Dagang

Ketegangan perang dagang dan ketidakpastian dalam memberikan perang tarif beri konsekuensi sehingga menekan volume dan kinerja ekspor.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 09 Okt 2018, 14:56 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2018, 14:56 WIB
20151008-Wamenkeu-Mardiasmo
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/10/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Nusa Dua - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo, mengatakan ketegangan perang dagang dan ketidakpastian dalam perang tarif memberikan konsekuensi terhadap pasar. Adanya peningkatan signifikan terhadap tarif impor semakin menekan volume dan kinerja ekspor.

"Keadaan ekonomi global saat ini menuntut pentingnya kerja sama selatan-selatan, terutama untuk menciptakan respon, serta strategi dalam menangani berbagai situasi yang terjadi," ujar dia dalam diskusi panel yang bertajuk The Growing Importance of South-South Cooperation Amid Trade Tensions and Global Financial Market Volatility di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018).

Diskusi panel ini merupakan bagian dari rangkaian acara pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia yang diselenggarakan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank. 

Diskusi panel ini bertujuan untuk mendapatkan pandangan dari panelis yang merupakan ahli di bidang terakit, seperti: Pemerintah, Bank Sentral, Eximbank, serta Institusi Keuangan untuk mengeksplorasi beberapa poin terkait cara memperkuat daya saing UKM berorientasi ekspor dalam e-commerce global. 

Mardiasmo menambahkan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok memberikan dampak besar pada pasar global. Keadaan ini merupakan tantangan bagi pemerintahan seluruh dunia untuk menetralisir keadaan dan tetap menjaga kesejahteraan masyarakat termasuk Indonesia.

"Di tengah perang dagang global, pemerintah Indonesia akan bergerak aktif dalam meningkatkan sektor manufaktur, pemerintah akan mendukung penuh sektor industri, dan mereformasi perpajakan dalam rangka mendukung sektor manufaktur dan meningkatkan aktivitas ekspor," tutur Mardiasmo.

Dalam pembahasan diskusi, ketegangan perdagangan dan ketidakpastian dalam perang tarif serta dampak dan konsekuensinya terhadap pasar berkembang.

Ada peningkatan signifikan terhadap tarif impor, semakin menekan volume perdagangan internasional dan kinerja ekspor. Selain itu, tingginya ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), akan membebani pembiayaan eksportir. 

Kondisi ini menunjukkan pentingnya Kerja Sama Selatan-Selatan, terutama untuk menciptakan respons serta strategi yang potensial untuk mengatasi situasi yang terjadi. Selaras dengan salah satu tujuan dari diselenggarakannya Kerja Sama Selatan-Selatan yaitu untuk membuka peluang serta penetrasi pasar. 

"Untuk melakukan penetrasi pasar, LPEI dukung pembiayaan ke negara-negara di kawasan Afrika dan ini sejalan dengan Penugasan Khusus yang diberikan Pemerintah melalui KMK No.787/KMK.08/2017," kata Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi.

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

IMF: Perang Dagang AS-China Bikin Dunia Lebih Miskin dan Berbahaya

Ilsutrasi bendera China dan Amerika Serikat (AP/Andy Wong)
Ilsutrasi bendera China dan Amerika Serikat (AP/Andy Wong)

Sebelumnya, dalam penilaian terakhirnya terhadap ekonomi global, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memperingatkan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China berisiko menjadikan dunia "lebih miskin dan berbahaya".

IMF telah menurunkan ramalannya untuk pertumbuhan global tahun ini dan tahun depan.

Dikatakan pula bahwa perang dagang besar-besaran antara kedua negara akan menempatkan bentrokan signifikan dalam pemulihan ekonomi global.

Para ekonom utamanya mengatakan hambatan perdagangan lebih lanjut akan memukul sektor rumah tangga, bisnis, dan ekonomi yang lebih luas. Demikian dikutip dari BBC pada Selasa 9 Oktober 2018.

"Kebijakan perdagangan mencerminkan peta politik yang tidak tenang di beberapa negara, menimbulkan risiko lebih lanjut," kata Maurice Obstfeld, Kepala Ekonom IMF.

Baru-baru ini, China mengumumkan tarif perang dagang baru pada seluruh barang AS senilai US$ 60 miliar (setara Rp 913 triliun, dengan kurs Rp 15.228 per 1 dolar), termasuk produk-produk seperti gas alam cair, yang diproduksi di negara-negara yang setia kepada Presiden Donald Trump.

Dalam sebuah twit, Presiden Trump memperingatkan Beijing untuk tidak berusaha memengaruhi pemilihan paruh waktu AS, yang akan berlangsung pada 6 November mendatang.

"Akan ada pembalasan ekonomi yang besar dan cepat terhadap China jika petani kita, peternak, atau pekerja industri menjadi sasaran!" tegas Trump.

Tarif perang dagang AS atas impor China senilai US$ 200 miliar (setara Rp 3.045 triliun) mulai berlaku bulan lalu.

Pertumbuhan ekonomi global sekarang diperkirakan mencapai 3,7 persen pada 2018 dan 2019, turun dari prediksi IMF sebelumnya, sebesar 3,9 persen pada Juli.

Dikatakan, risiko terhadap prospek jangka pendek telah "bergeser ke sisi negatifnya".

Turunnya pertumbuhan global juga mencerminkan prediksi ekspansi yang lebih lambat di zona euro, serta turbulensi di sejumlah negara berkembang.

Venezuela yang dilanda krisis diperkirakan akan memasuki tahun keenam resesi pada 2019, dengan inflasi diprediksi mencapai 10 juta persen tahun depan.

Argentina, yang baru-baru ini menyetujui dana talangan (bailout) IMF, juga diprediksi akan mengalami penyusutan ekonomi pada 2018 dan 2019.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya