Rupiah Masih Bertahan di 15.200 per Dolar AS, Ini Faktor yang Jadi Penekan

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.222 per dolar AS hingga 15.240 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 09 Okt 2018, 12:42 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2018, 12:42 WIB
Rupiah Menguat Tipis atas Dolar
Petugas bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih belum beranjak dari level Rp 13.500-an per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Pelaku pasar juga sedang mengkhawatirkan kondisi ekonomi Italia. 

Mengutip Bloomberg, Selasa (9/10/2018), rupiah dibuka di angka 15.223 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.217 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.222 per dolar AS hingga 15.240 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,34 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.233 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 15.193 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, berbagai sentimen global masih mendukung penguatan mata uang dolar AS, terutama setelah dirilisnya data-data ketenagakerjaan AS yang membaik.

"Data-data ekonomi AS yang membaik membuka peluang The Fed melanjutkan kenaikan suku bunga," katanya dikutip dari Antara.

Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga sedang mengkhawatirkan kondisi ekonomi Italia. Defisit anggaran negara itu memburuk di tengah utang yang juga terus bertambah.

"Sentimen eksternal itu membuat laju dolar AS kembali meningkat dibandingkan sejumlah mata uang lainnya yang akhirnya berdampak pada depresiasi rupiah," katanya.

Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail mengatakan pelemahan mata uang rupiah juga dipengaruhi oleh keputusan Bank Sentral Tiongkok (PBOC) yang menurunkan reserve requirement perbankan sebesar satu persen di tengah risiko perang dagang dengan AS.

"Penurunan reserve requirement itu mendorong pelemahan yuan dan ikut memperlemah mata uang emerging market lainya termasuk rupiah," katanya.

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rupiah Tembus 15.200 per Dolar AS, Ini Kata Sri Mulyani

Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan melemahnya rupiah akibat kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS (T-bond) tenor 10 tahun yang telah melewati 3 persen. 

"Kan hari ini kalau kita lihat data di AS yang dipicu oleh yield 10 tahun Bond AS yang meningkat luar biasa tajam sudah di atas 3,4 persen," kata dia di Lokasi IMF-World Bank Annual Meeting, Bali, Senin (8/10/2018).

Dia menjelaskan, kenaikan imbal hasil obligasi di atas 3 persen ini kemudian memberikan efek psikologis bagi pasar global. Sebelumnya, 'level psikologis' kenaikan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun sebesar 3 persen.

"Ini unpresidented selama ini. Jadi kita melihat dinamika ekonomi AS itu masih sangat mendominasi dan pergerakannya cepat sekali, kalau dulu tresshold psikologisnya 10 tahun bonds AS, 3 persen," ujar dia.

Karena itu, Mantan Direktur Bank Dunia ini mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi AS tenor 10 sebesar 3,4 persen, tentu menciptakan pergerakan di nilai tukar mata uang global, termasukrupiah.

"Jadi pas mereka mendekati 3 persen memunculkan apa yang disebut reaksi dari seluruh nilai tukar dan suku bunga internasional, sekarang sudah lewat 3 persen," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya