Rupiah Tembus 15.200 per Dolar AS, Ini Kata Sri Mulyani

Nilai tukar rupiah terhadap terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di awal pekan ini.

oleh Merdeka.com diperbarui 08 Okt 2018, 18:34 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2018, 18:34 WIB
Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah di awal pekan. Pada Senin (8/10) pukul 10.40 WIB, kurs rupiah spot sempat melemah 0,33 persen ke Rp 15.233 per Dolar AS.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan melemahnya rupiah akibat kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS (T-bond) tenor 10 tahun yang telah melewati 3 persen.

"Kan hari ini kalau kita lihat data di AS yang dipicu oleh yield 10 tahun Bond AS yang meningkat luar biasa tajam sudah di atas 3,4 persen," kata dia di Lokasi IMF-World Bank Annual Meeting, Bali, Senin (8/10/2018).

Dia menjelaskan, kenaikan imbal hasil obligasi di atas 3 persen ini kemudian memberikan efek psikologis bagi pasar global. Sebelumnya, 'level psikologis' kenaikan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun sebesar 3 persen.

"Ini unpresidented selama ini. Jadi kita melihat dinamika ekonomi AS itu masih sangat mendominasi dan pergerakannya cepat sekali, kalau dulu tresshold psikologisnya 10 tahun bonds AS, 3 persen," ujar dia.

Karena itu, Mantan Direktur Bank Dunia ini mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi AS tenor 10 sebesar 3,4 persen, tentu menciptakan pergerakan di nilai tukar mata uang global, termasuk rupiah.

"Jadi pas mereka mendekati 3 persen memunculkan apa yang disebut reaksi dari seluruh nilai tukar dan suku bunga internasional, sekarang sudah lewat 3 persen," tandas dia.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

Siang Ini, Rupiah Bertengger di 15.232 per Dolar AS

Rupiah Tembus 13.820 per Dolar AS
Teller menghitung mata uang dolar di penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/4). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pagi ini melemah ke posisi di Rp 13.820. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di awal pekan ini. Kenaikan imbal hasil obligasi AS jadi penyebab pelemahan rupiah.

Mengutip Bloomberg, Senin (8/10/2018), rupiah dibuka di angka 15.193 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.183 per dolar AS. Pada siang hari, rupiah semakin tertekan ke 15.232 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.188 per dolar AS hingga 15.232 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,38 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jidor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.193 per dolar AS, melemah jika dibandingkan denga patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 15.182 per dolar AS.

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan bahwa naiknya imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) membuat daya tarik masuknya dana-dana ke pasar AS, sehingga memperkuat mata uang dolar AS.

"Imbal hasil untuk obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun naik menjadi 3,22 persen, tertinggi sejak Mei 2011," paparnya dikutip dari Antara.

Ia mengemukakan naiknya imbal hasil obligasi AS itu seiring respons pelaku pasar terhadap turunnya angka pengangguran di Amerika Serikat untuk bulan September menjadi 3,7 persen.

Kendati demikian, ia mengatakan, kemungkinan Bank Indonesia akan menjaga fluktuasi rupiah sehingga menahan tekanan lebih dalam. Diproyeksikan, rupiah akan bergerak di kisaran antara 15.180-15.190 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan tren naik harga minyak mentah dunia dan kembali turunnya cadangan devisa turut mempengaruhi pergerakan rupiah.

"Indonesia memerlukan dolar AS untuk impor minyak, kondisi itu akan menggerus cadangan devisa semakin banyak," katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya