Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani inpres mengenai moratorium. Selama tiga tahun ke depan, tidak akan ada pembukaan lahan baru untuk kebun kelapa sawit.
Kendati demikian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan bukan berarti penambahan atau peningkatan produksi sawit ikut dihentikan.
"Inpres moratorium jangan diartikan kita sudah akan berhenti menambah produksi kelapa sawit, bukan," kata Menko Darmin saat ditemui di kantornya, (19/10/2018).
Advertisement
Dia berharap dengan ada moratorium tersebut kualitas perkebunan di Indonesia akan semakin meningkat di mata dunia.
Baca Juga
"Kalau enggak, ya kita jadi bulan-bulanan terus saja dibilang oh tidak jelas Indonesia malah nebang hutan untuk nanam sawit. Padahal, tidak demikian keadaannya. Jadi, semuanya itu kita mau dudukkan termasuk standarnya, ISPO-nya. Supaya kita bisa mengatakan ke dunia internasional, kita ini memenuhi standar perkebunan kita," ujar dia.
Dia menjelaskan, dalam kurun waktu tiga tahun selama moratorium tersebut berlangsung semua masalah terkait kebun sawit harus dituntaskan.
"Kita beri waktu tiga tahun untuk membereskan, membenahi, berbagai persoalan yang ada di perkebunan sawit,termasuk juga di antaranya kalau dia masuk kawasan hutan," ujar dia.
Masalah yang dibereskan adalah semua sektor kebun sawit. Mulai dari kebun rakyat hingga kebun perusahaan. Terutama kebun yang belum terdaftar secara resmi.
"Termasuk juga hal lain misalnya perkebunan rakyat yang belum terdaftar sama sekali, perkebunan menengah besar juga ada lho terutama menengah ada yang tidak terdaftar dengan baik. Itu kita akan tata semua sehingga mereka terdaftar dan perizinannya beres," ujar dia.
Ke depannya, seluruh masalah akan mulai dijabarkan satu per satu hingga perumusan sanksi yang akan diberikan.
"Tentu nanti akan ada persoalan-persoalan, ya selama ini dia tidak terdaftar, melanggar apa, kemudian apa namanya, sanksinya apa, ada aturan mainnya ada," kata dia.
Â
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Indef Minta Pemerintah Jaga CPO dari Kampanye Hitam
Sebelumnya, Pemerintah diminta serius dalam melindungi produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari kampanye hitam, baik yang berasal dari dunia internasional maupun dalam negeri. Lantaran CPO merupakan komoditas unggulan ekspor Indonesia dan penghasil utama devisa.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan  di dunia internasional, persoalan hambatan dagang dan kampanye hitam terhadap CPO dapat dipetakan ke dalam beberapa isu, misalkan di Amerika Serikat yang muncul isu dumping dan persaingan biofuel.Â
Kemudian di Uni Eropa, sawit dihadang persoalan lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dan lain halnya dengan India yang menghadapi masalah neraca dagang.
"Isu negatif sawit terus dipoles dengan berbagai cara. Di Uni Eropa, sawit diserang isu buruh anak dan lingkungan," ujar dia di Jakarta, Sabtu 6 Oktober 2018.
Menurut dia, jika persoalan ini tidak segera ditangani, dampaknya sanga luas terhadap neraca perdagangan dan investasi luar negeri, terlebih surplus perdagangan Indonesia terus menyusut semenjak beberapa tahun terakhir.Â
Dia menyatakan, sebenarnya Indonesia beruntung memiliki CPO yang menjadi penyumbang utama ekspor nonmigas. Namun, sayangnya perhatian pemerintah terhadap sawit belum maksimal sehingga daya saing komoditas ini sulit berkembang.
"Tetapi jika pemerintah tidak menjaga komoditas sawit dari gangguan. Maka nasib sawit akan seperti komoditas rempah-rempah yang sekarang kita dengar cerita kejayaannya saja," ungkap dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement