Ulang Tahun ke-10 Bitcoin, Harga Makin Murah

Harga bitcoin sudah jatuh dari popularitasnya dari akhir tahun lalu, namun pelaku pasar masih optimistis.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 02 Nov 2018, 08:20 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2018, 08:20 WIB
Bitcoin
Ilustrasi Bitcoin (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pada 31 Oktober 2018, bitcoin merayakan ulang tahun ke-10. Inovasi mata uang digital ini dibuat berdasarkan ide dari ilmuwan misterius Satoshi Nakamoto.

Pada ulang tahunnya ke satu dekade ini, sayangnya, bitcoin masih mengalami penurunan dibanding kejayaannya pada tahun lalu. Menurut Reuters, nilai bitcoin lebih rendah 3 persen dari 31 Oktober tahun lalu.

Ketika itu, bitcoin ditutup di harga USD 6.443 pada pasar bitcoin (Bitstamp). Namun, harga tersebut sedang menanjak sampai akhirnya sampai ke harga USD 19.343 pada 17 Desember 2017.

Bitcoin naik sampai 1.300 persen pada 2017 akibat pembelian besar-besaran dari investor ritel dari Korea Selatan sampai Amerika Serikat. Popularitas besar bitcoin tak terlepas dari para pemiliknya yang memamerkan barang-barang mewah yang mereka beli dengan bitcoin.

Tidak semua orang antusias dengan bitcoin. Yang paling lantang adalah Jack Ma dan Warren Buffett yang terang-terangan tidak suka pada bitcoin. Menurut Buffett, investasi rumah masih lebih jelas ketimbang bitcoin.

Setelah memasuki masa puncak di Desember 2017, harga bitcoin mulai merosot. Pada ulang tahunnya ke-10 dihargai USD 6.443 atau kehilangan sekitar 70 persen dari nilai puncaknya tahun lalu.

Saat ini, pelaku pasar uang kripto mengimplikasikan nilai bitcoin sekarang berbeda dari kenaikkan bitcoin tahun lalu yang didorong oleh tren sesaat dan tingkah investor yang takut ketinggalan.

"Mekanisme nilai kripto dan bitcoin hari ini lebih didasarkan pada pokok teknologi ketimbang hype dan sikap FOMO (fear of missing out/takut melewatkan sesuatu)," jelas Josh Bramley, kepala trader firma kekayaan manajemen kripto Blockstars.

PM Singapura: Waspada, Jangan Percaya Berita Investasi Bitcoin Atas Nama Saya

Jokowi-Lee Hsien Loong
Presiden RI, Joko Widodo bersama PM Singapura Lee Hsien Loong menyaksikan manuver F16 Angkatan Udara Singapura dan F16 TNI-AU dalam peringatan 50 tahun hubungan bilateral Indonesia dan Singapura di Singapura, Kamis (7/9). (AFP Photo/Roslan Rahman)

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong telah memperingatkan warganya untuk tidak tertipu oleh situs web yang menggunakan namanya untuk meminta investasi bitcoin.

Dalam unggahan di Facebook pada Sabtu malam, PM Lee mengatakan: "Siapa pun bisa menjadi target berita palsu."

PM Lee merujuk pada penipuan serupa baru-baru ini, di mana dua situs web meminta investasi bitcoin menggunakan komentar palsu yang dikaitkan dengan Wakil Perdana Menteri Tharman Shanmugaratnam.

Otoritas Moneter Singapura telah menandai dua situs web tersebut, demikian sebagaimana dikutip dari Asia One pada Minggu, 23 September 2018. 

Unggahan PM Lee disertai oleh tangkapan layar (screenshot) situs web yang memuat foto dirinya dan beberapa kutipan yang dikaitkan dengannya, tentang potensi besar investasi bitcoin.

PM Lee memperingatkan: "Jangan percaya semua yang Anda lihat di internet!"

Dalam unggahan yang sama, PM Lee berbicara tentang Komite Penyaringan di parlemen Singapura, yang baru-baru ini menyerukan undang-undang baru, di mana akan memberikan kekuatan pemerintah untuk memerangi penyebaran berita palsu (hoaks) di internet.

Komite Penyaringan untuk mengatasi "kebohongan online yang disengaja" memiliki 10 anggota, yang baru-baru ini menyerahkan laporan ke Parlemen pada Rabu 19 September.

Laporan tersebut membuat 22 rekomendasi, termasuk memberlakukan undang-undang, mendesak perusahaan teknologi untuk mengambil langkah proaktif dalam menangani konten palsu di platform mereka, dan menciptakan kerangka kerja nasional untuk memandu pendidikan publik tentang hoaks.

PM Lee mengatakan bahwa pemerintah Singapura akan hati-hati mempelajari laporan dan rekomendasi tersebut. Dia juga menggalang publik untuk berperan dalam memerangi berita palsu.

Dia berkata: "Melawan berita palsu bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan Pemerintah sendiri. Kita perlu kerjasama banyak kelompok --bisnis, perusahaan teknologi, organisasi media, lembaga publik, dan yang paling penting, publik-- untuk waspada dan bertanggung jawab."

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya