Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan Indonesia dinilai relatif lebih optimistis dibandingkan dengan perusahaan global lainnya untuk prospek perdagangan jangka pendek, meskipun terjadi ketegangan perdagangan global dan tingkat volatilitas. Baik perusahaan manufaktur barang maupun pemberi jasa di Indonesia setuju bahwa keberlanjutan merupakan aspek penting berlangsungnya tujuan jangka panjang mereka.
Dalam survei HSBC Navigator ditemukan bahwa ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung telah mengalihkan sentimen pasar dalam siklus bisnis saat ini di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Proteksionisme sebagai salah satu efek samping dari tegang-nya sektor perdagangan juga menunjukkan dampaknya di Indonesia, yang adalah target pasar ekspor dari AS dan China agar dapat mendorong tingkat komoditas perusahaan Indonesia dalam menerapkan strategi bisnis jangka panjang mereka. Pemerintah Indonesia telah berupaya menstabilkan nilai tukar.
Advertisement
"Namun, nilai tukar yang fluktuatif tidak menghalangi perusahaan Indonesia untuk meningkatkan prospek perdagangan jangka pendeknya," jelas Director Commercial Banking, PT Bank HSBC Indonesia Catherine Hadiman dalam keterangan tertulis, Senin (5/11/2018).
Untuk diketahui, HSBC Navigator adalah serangkaian riset tentang perdagangan internasional. Studi ini mengukur sentimen dan ekspektasi bisnis jangka pendek hingga menengah, dan mencakup bidang-bidang berikut ini, termasuk pandangan perdagangan umum, inovasi bisnis, rantai pasokan, regulasi dan kebijakan, serta inovasi data dalam bisnis.
Baca Juga
Edisi pertama survei HSBC Navigator telah dilakukan pada awal 2018, dan sebagai lanjutan, HSBC meluncurkan versi terbaru dari HSBC Navigator – sebuah riset untuk kepercayaan dan perdagangan bisnis.
Catherine melanjutkan, dalam laporan HSBC Navigator, perusahaan-perusahaan Indonesia yakin terhadap prospek bisnis sesuai dengan prospek ekonomi Indonesia yang terus berkembang pada kecepatan sub-potensial pada paruh pertama tahun 2018. Pertumbuhan ekspor cukup kuat - terutama di Asia, dan eksportir masih menikmati lingkup perdagangan yang mendukung.
Dalam kaitannya dengan pasar yang dituju untuk ekspansi bisnis Indonesia, Malaysia menempati posisi teratas (22 persen) yang diikuti oleh Singapura dan Jepang.
Masih dari laporan HSBC Navigator, sembilan dari sepuluh responden survei (88 persen) memiliki pandangan positif terhadap lingkungan perdagangan internasional - dengan pertumbuhan ekonomi yang sehat (29 persen) dan mata uang yang lebih kompetitif (26 persen) sebagai pendorong utama.
Ditaksir di atas rata-rata global, sebanyak 87 persen responden dari perusahaan Indonesia menunjukkan keyakinan mereka bahwa perusahaan mereka akan berhasil dalam lingkungan perdagangan global saat ini.
“Pertumbuhan perilaku konsumsi masyarakat Indonesia menunjang perkembangan bisnis bagi industri terkait. Menurut HSBC Navigator, perusahaan-perusahaan Indonesia mengharapkan adanya kebijakan yang mendukung produksi guna meningkatkan daya saing – salah satunya melalui pertumbuhan nilai ekspor yang pesat tahun 2018, sejalan dengan pertumbuhan belanja dan berkurangnya investasi pribadi selama tahun ini,” ujar Catherine.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perluas Pasar
Dilihat dari strategi bisnis, lebih dari 90 persen responden yang terdiri dari produsen, telah mengakui bahwa mereka memfokuskan bisnis pada pengawasan atas rantai pasokan. Tiga kecenderungan produsen Indonesia adalah perluasan bisnis ke negara-negara baru, meningkatnya penggunaan teknologi, dan keberlangsungan produksi untuk menetapkan tujuan jangka panjang perusahaan.
Kerangka regulasi dan tata-kelola di Indonesia berperan penting dalam praktik bisnis. Sebanyak 71 persen responden Indonesia berasumsi bahwa pemerintah dari negara mitra dagang utama semakin protektif terhadap produk lokal mereka, hal ini terlihat dari hasil yang menunjukan kenaikan 8 poin dari nilai rata-rata global.
Hal ini menunjukan kekhawatiran perusahaan-perusahaan Indonesia terhadap dampak ketegangan perang dagang yang saat ini sedang berlangsung. Dari sisi regulasi, 45 pesen bisnis menilai peraturan-peraturan yang ada memberatkan, sedangkan 31% menganggap regulasi sebagai sesuatu yang memberikan nilai positif.
Advertisement