Deretan Saham yang Anjlok di Tengah Sentimen Perang Tarif

Berikut sejumlah saham top losers pada 8-11 2025 saat sentimen perang tarif membayangi pasar saham.

oleh Pipit Ika Ramadhani Diperbarui 12 Apr 2025, 17:33 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2025, 17:33 WIB
IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Ketegangan geopolitik dan perang tarif yang kembali memanas turut mengguncang pasar modal Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Ketegangan geopolitik dan perang tarif yang kembali memanas turut mengguncang pasar modal Indonesia. Dalam sepekan perdagangan terakhir pada 8-11 April 2025, sejumlah saham mencatat penurunan tajam akibat kekhawatiran investor terhadap dampak lanjutan dari kebijakan proteksionis yang diberlakukan beberapa negara mitra dagang utama.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif pada 2 April 2025. Implikasi kebijakan ini begitu luas dan cepat, memicu kepanikan pasar global, terutama karena pasar khawatir akan eskalasi perang dagang, disrupsi rantai pasok, dan potensi perlambatan ekonomi dunia.

Reaksi paling tajam terlihat di bursa saham Amerika Serikat sendiri: Nasdaq anjlok 11,4%, Small Cap 2000 turun 10,7%, S&P 500 melemah 10,5%, dan Dow Jones terkoreksi 9,3% hanya dalam dua hari perdagangan. Efek rambatan (spillover effect) dari gejolak pasar AS turut menghantam bursa saham negara maju lainnya.

Indeks MSCI World, yang merepresentasikan pasar global, turun 9,3%. FTSE MIB Italia terkoreksi 9,9%, DAX Jerman turun 7,8%, sementara indeks WIG20 Polandia bahkan anjlok 10,2%. Penurunan tajam juga terjadi di Euro Stoxx 50 (-8,3%) dan FTSE 100 Inggris (-6,4%), menunjukkan pelaku pasar Eropa turut mencemaskan kemungkinan pembalasan dagang yang dapat mengganggu ekspor-impor mereka ke AS.

Di Asia, dampak kebijakan ini bervariasi. Nikkei 225 Jepang terkoreksi 5,5%, KOSPI Korea Selatan turun 1,6%, dan pasar Australia melemah 3,4%. Indeks saham Tiongkok relatif lebih stabil, dengan Shanghai Composite hanya turun 0,4% dan China A50 nyaris stagnan. Hal ini bisa mencerminkan ekspektasi pasar China sudah lebih siap menghadapi skenario tarif seperti ini, atau pelaku pasar Tiongkok menilai potensi dukungan kebijakan dari pemerintah mereka cukup kuat untuk meredam dampak jangka pendek.

Di dalam negeri, perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 8–11 April 2025 ditutup bervariasi, tetapi secara umum menunjukkan tekanan yang cukup dalam.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat turun 3,82% ke level 6.262,226, merosot 248,394 poin dibandingkan pekan sebelumnya di posisi 6.510,620. Sejalan dengan penurunan indeks, kapitalisasi pasar IHSG juga menyusut 3,88% menjadi Rp 10.695 triliun, dari sebelumnya Rp 11.126 triliun. Pasar saham Indonesia dibuka dengan gejolak tajam setelah libur panjang Lebaran 2025.

 

 

 

Saham yang Melemah

Pembukaan Awal Tahun 2022 IHSG Menguat
Pekerja melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Pada sesi perdagangan pertama pasca-libur, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung anjlok hingga menyentuh batas trading halt, bahkan setelah batas penghentian sementara perdagangan tersebut telah dilonggarkan dari semula 5% menjadi 8% oleh Bursa Efek Indonesia.

Langkah pelonggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk memberikan ruang likuiditas yang lebih luas di tengah volatilitas tinggi, tetapi nyatanya tidak mampu membendung tekanan jual masif yang terjadi di pasar.

Dalam tekanan pasar yang begitu besar, sejumlah saham mencatatkan penurunan paling dalam dan menjadi top losers pekan ini. Saham PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI) memimpin koreksi dengan turun hingga 37,45%, turun ke level Rp 1.495 dari pekan sebelumnya Rp 2.390.

Penurunan tajam ini menyoroti kekhawatiran investor terhadap masa depan sektor konsumsi yang bergantung pada ekspor, di tengah semakin proteksionisnya perdagangan global.

Saham PT Bintang Samudera Mandiri Lines Tbk (BSML) menyusul dengan penurunan 29,47% ke posisi Rp 67, disusul oleh PT Grand House Mulia Tbk (HOMI) yang melemah 28,67% ke harga Rp 204. Sementara itu, PT MD Pictures Tbk (FILM) tercatat turun 28,52% ke Rp 2.030, menjadi salah satu sektor hiburan yang terdampak sentimen pelemahan daya beli.

PT Steady Safe Tbk (SAFE) juga harus merelakan penurunan sebesar 26,36%, turun ke Rp 162, dan PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (NAIK) jatuh 22,94% ke posisi Rp 420. Tak hanya itu, saham sektor tambang seperti PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) juga terkena dampak, turun 22,31% ke level Rp 202.

Disusul PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP) yang merosot 21,95% ke posisi Rp 320. Saham PT Hotel Fitra Internasional Tbk (FITT) ikut tergelincir 19,74% ke Rp 122, dan PT NFC Indonesia Tbk (NFCX) menutup daftar dengan penurunan 19,65% ke level Rp 1.370.

 

Penutupan Wall Street pada 11 April 2025

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)... Selengkapnya

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada Jumat, 11 April 2025. Penguatan wall street terjadi di tengah perdagangan yang bergejolak pada pekan ini.

Mengutip CNBC, Sabtu (12/4/2025), indeks S&P 500 menguat 1,81 persen ke posisi 5.363,36. Indeks Dow Jones mendaki 619,05 poin atau 1,56 persen menjadi 40.212,71. Indeks Nasdaq melesat 2,06 persen menjadi 16.724,46.

Bursa saham AS menguat pada Jumat sore waktu setempat setelah komentar dari Gedung Putih kalau Presiden AS Donald Trump optimistis China akan mencari kesepakatan dengan AS.

Pekan ini telah menjadi salah satu periode paling fluktuatif yang pernah tercatat untuk wall street. Rata-rata indeks acuan pada Kamis pekan ini seiring ketidakpastian kebijakan perdagangan membebani sentimen. Pada Rabu, bursa saham AS menguat setelah Donald Trump mengumumkan penangguhan 90 hari kepada beberapa hari tarif timbal balik yang tinggi. Indeks S&P 500 naik 9,52 persen pada Rabu pekan ini, dan catat kenaikan terbesar ketiga dalam satu hari sejak Perang Dunia II. Sementara itu, indeks Dow Jones meroket lebih dari 2.900 poin.

Pada Kamis, indeks S&P 500 turun 3,46 persen. Sedangkan indeks Dow Jones anjlok 2,5 persen. Indeks Nasdaq melemah 4,31 persen.

Sementara itu, indeks Volatilitas CBOE yang dikenal sebagai Vix pada awal pekan ini melonjak di atas 50 sebelum turun menjadi sekitar 37 pada Jumat sore.

Adapun pemerintahan Trump telah memilih tarif universal sebesar 10 persen, kecuali untuk China. Barang-barang dari China akan dikenakan tarif sebesar 145 persen, demikian disampaikan seorang pejabat Gedung Putih pada Kamis pekan ini.

Hal itu menuai balasan dari China dengan menaikkan pungutan pada produk AS menjadi 125% dari 84%.

“Bahkan jikas AS terus mengenakan tarif yang lebih tinggi, itu tidak akan lagi masuk akal secara ekonomi dan akan menjadi lelucon dalam sejarah ekonomi dunia,” ujar Kementerian Keuangan China.

 

Kinerja Wall Street Sepekan

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)... Selengkapnya

Sementara itu, Uni Eropa mengatakan, perwakilan dagangnya akan ke AS pada Minggu untuk mencoba dan menandatangani kesepakatan.

“Kita masih berada di babak awal perubahan rezim perdagangan global ini, dan meskipun jeda 90 hari pada tarif timbal balik untuk sementara membalikkan aksi jual pasar, hal itu memperpanjang ketidakpastian,” ujar Presiden Wells Fargo Investment Institute Darrell Cronk.

Adapun berikut tarif AS yang saat ini berlaku:

-Bea masuk 145% untuk semua barang dari China

-Bea masuk 25% untuk aluminium, mobil dan barang dari Kanada serta Meksiko yang tidak berada di bawah perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada

-Bea masuk 10% untuk semua impor lainnya

Pada pekan ini, wall street bergejolak tetapi tiga indeks utama mencatat kenaikan yang solid pada periode itu. Indeks S&P 500 membukukan kenaikan 5,7% selama sepekan, dan catat kinerja terbaik sejak November 2023. Indeks Nasdaq bertambah 7,3% selama sepekan, bukukan kinerja terbaik sejak November 2022. Indeks Dow Jones naik hampir 5% selama sepekan.

Wall street meski menguat tetapi rata-rata indeks acuan jauh lebih rendah sejak 2 April saat Gedung Putih mengumumkan apa yang disebut tarif timbal balik atas barang dari negara lain. Sejak saat itu, indeks S&P 500 turun lebih dari 5%. Angka sentimen konsumen terbaru pada April lebih buruk dari yang diharapkan. Menurut survei konsumen Universitas Michigan, tingkat inflasi yang diharapkan melonjak ke level tertinggi sejak 1981.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya