Ada Perang Dagang, Kemendag Kaji Pengenaan Bea Masuk untuk Produk China

Melonjaknya volume produk impor membuat industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis terancam kerugian.

oleh Merdeka.com diperbarui 30 Okt 2018, 20:40 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2018, 20:40 WIB
20161025-Bea-Cukai-Kembangkan-ISRM-untuk-Pangkas-Dwelling-Time-Jakarta-IA
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (25/10). Kebijakan ISRM diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan dan efektifitas pengawasan dalam proses ekspor-impor. (Liputan6.com/Immaniel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Produk impor diperkirakan ke depan masih akan terus mengguyur Indonesia. Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Kementerian Perdagangan, Mardjoko, mengaku akan menemui beberapa asosiasi industri dalam negeri untuk mengumpulkan data aduan jenis komoditas mana saja yang mengganggu sektor industrinya.

"Saya perkirakan akan makin deras nanti, baru saja ada tiga, sekarang (yang lagi proses) alumunium foil, ada tiga yang waiting list untuk mengajukan (pengaduan)," ujarnya dalam diskusi di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (30/10/2018).

Dia menyebut dengan potensi impor yang meningkat tentu membuat pelaku industri dalam negeri mengadu karena mempersulit persaingan dagang. Sebab, melonjaknya volume impor ini membuat industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis terancam kerugian.

"Tidak hanya produk ubin keramik, kami sudah ditemui asosiasi untuk produk kaca lembaran, cermin, baja paduan dan non paduan. Dan ketiga evaporator itu sudah ketemu sama APPI ingin menyampaikan pengaduan pemohonan itu," kata Mardjoko.

Dengan demikian, pemerintah harus bersikap tegas karena tren membanjirnya produk impor ini masih akan terjadi akibat pasokan dalam negeri China lebih jauh dari kebutuhan. Di sisi lain, keberadaan perang dagang membuat China tidak dapat menjual barangnya ke AS.

"Jadi di sana ibaratnya barang manufaktur banyak, baja, ubin, kaca lembaran, yang semula dibeli AS, tapi AS nambahin bea masuk. Akhirnya dilempar cari pasar," kata dia.

Persoalan perang dagang ini harus segera disikapi dengan tegas, sebab dapat membuat kapasitas produksi dalam negeri berkurang sehingga membuat laba menurun.

"Nanti kita terus melakukan penyelidikan kita hitung. Kemudian kalau itu ada hubungan sebab akibat, kalau industri dalam negeri benar rugi akibat kenaikan volume impor maka kita kenakan BMTP. Besarnya ada formulanya," pungkas Mardjoko.

Perang Dagang Bikin Ubin Keramik China Banjiri Indonesia

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) ikut berdampak ke Indonesia. China diketahui mulai mengalihkan produknya ke Indonesia, seperti ubin keramik.

"Tentu, kita kan baru saja selesai menyelidiki safeguard untuk ubin keramik, baru keluar itu. Kita kenakan safeguard BMTP (Bea Masuk Tindakan Pedagang CEK ) selama tiga tahun," ujar dia di Jakarta, Selasa (30/10/2018).

Mardjoko menyebutkan, berlakunya Kawasan Perdagangan Bebas China-Asean (China-Asean Free Trade Area/CAFTA) turut meningkatkan impor ubin keramik asal China rata-rata sebesar 20 persen per tahun.

"Dengan kondisi ini tentu industri dalam negeri menjerit," keluh dia.

Di sisi lain, kebutuhan industri dalam negeri sudah bisa terpenuhi, lantaran kapasitas produksi jauh lebih besar daripada kebutuhan.

"Triwulan pertama 2018, setelah berlakunya CAFTA dimana bea masuk 0 persen meningkat 52 persen. Sementara ini BMTP sudah berlaku per Oktober kita harapkan sudah membendung itu," jelasnya.

Tak hanya di Indonesia, ia menyampaikan, banjir impor keramik China juga turut dirasakan negara lain. Sebab, lanjutnya, selama ini Negeri Tirai Bambu kerap mengekspor produk ubin keramik ke Negeri Paman Sam.

"Kalau ubin keramik saya enggak tahu persis, yang saya tahu persis adalah baja dan alumunium. Baja itu impor utama dari China, setelah Trump naikin bea masuk 25 persen langsung turun drastis," paparnya.

"Saya perkirakan, kalau dijual ke AS mahal dengan tambahan bea masuk. Maka mestinya di lempar ke negara lain, ke Eropa atau ke negara berkembang," dia menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya