Harga Batu Bara November 2018 Turun 2,97 Persen

Penetapan Harga Batu Bara Acuan November 2019 sebesar USD 97,90 persen, jauh lebih rendah dibanding penepatan HBA Oktober 2018 100,89 persen.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 05 Nov 2018, 13:16 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2018, 13:16 WIB
20151005-Pekerja-Batu-Bara
Pekerja Batu Bara (iStock)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber ‎Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) turun menjadi sebesar USD 97,90 per ton untuk periode November 2018. Salah satu penyebab penurunan harga adalah pengaruh dari China.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, penetapan HBA November 2019 sebesar USD 97,90 persen, jauh lebih rendah dibanding penepatan HBA Oktober 2018 100,89 persen.

"Dari statistik HBA bulanan, HBA November 2018 mengalami penurunan 2,97 persen dibanding Oktober 2018," kata Agung, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/11/2018).

Agung mengungkapkan, ‎berdasarkan kondisi pasar global penyebab penurunan HBA November 2018 dipengaruhi kebijakan kuota impor di China yang masih berlanjut, sehingga menyebabkan permintaan batu bara China ikut melemah.

"Kelebihan pasokan batubara dari Indonesia, akibat lesunya permintaan batubara di pasar China," tutur dia.

Agung melanjutkan, penuruan harga batu bara juga dipengaruhi turunnya indeks bulanan untuk ICI turun 0,42 persen, NEXturun 5,14 persen, GCNC turun sebesar 4,10 persen dan index Platt's turun 1,25 persen.

"Penundaan pengiriman batu bara dari Australia, khususnya pengaruh harga pada ‎index newcastle terkendala, karena masalah distribusi batu bara menggunakan kereta api," ucapnya.

China: Perang Melawan Polusi Udara Terus Berlanjut Meski Ekonomi Melambat

Tambang batu bara
Aktivitas di tambang batu bara di Lubuk Unen, Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putro)

Upaya pemerintah China dalam melawan polusi udara beracun disebut kian sulit karena menyusul perlambatan yang terjadi dalam setahun terakhir. Akan tetapi, Beijing mengklaim tidak akan menyerah untuk menanggulanginya, kata seorang pejabat Kementerian Lingkungan dalam sebuah pernyataan.

Untuk mewujudkannya, China dikabarkan telah menutup sebagian besar kapasitas industri, membatasi lalu lintas dan mengurangi penggunaan batu bara di daerah-daerah rawan pencemaran utara.

Akan tetapi, sebagaimana dikutip dari Asia One pada Rabu (31/10/2018), Kementerian Ekologi dan Lingkungan China memperingatkan pekan lalu, bahwa perlambatan ekonomi membuat kampanye melawan kabut asap lebih menantang.

Musim dingin lalu, pabrik-pabrik mengeluh bisnis mereka "sakit" akibat pembatasan produksi secara sepihak oleh pemerintah, yang kemudian memaksa mereka untuk tutup jika tidak memasang kontrol polusi.

Dengan pertumbuhan ekonomi Juli hingga September berada pada tingkat terendahnya sejak 2009, China pun mengadopsi pendekatan yang lebih realistis tahun ini.

"Sementara pemerintah telah menetapkan target yang lebih pragmatis berdasarkan kondisi ekonomi aktual, cuaca buruk diperkirakan akan membuat wilayah utara yang rentan pencemaran, menjadi lebih rentan terhadap kabut asap pada musim dingin ini, dan itu sangat berat bagi pemerintah," kata Liu Youbin, juru bicara untuk Kementerian Lingkungan Hidup.

"Ketika membuat rencana musim dingin ini, kami harus memastikan peraturannya layak dan dapat dicapai sesuai visi masa depan untuk membuat China lebih bersih," lanjutnya.

 

Simak video pilihan berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya