Liputan6.com, Jakarta Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno berjanji akan membangun infrastruktur tanpa membebani anggaran dengan utang. Hal itu dilakukan apabila diamanahkan menjadi orang nomor satu pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Merespon itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menegaskan pembangunan infrastruktur yang dilakukan Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tidak sepenuhnya berbentuk utang. Anggaran infrastruktur tersebut juga didapat dari investasi swasta.
Advertisement
Baca Juga
"Ya kalau semuanya mau menghemat mungkin bisa. Udahlah, kalau dengan perilaku begini, kan gini, infrastruktur itu bentuknya bukan utang. Dia investasi, swastanya," kata Darmin di Kantornya, Jakarta, Senin (10/12/2018).
Dia mencontohkan pada proyek strategis nasional. Banyak swasta yang memang ingin menanamkan uangnya di Indonesia.
"Mungkin APBN-nya cuma 10-11 persen, yang dari BUMN-BUMD 36 persen, swasta 51 persen. Jadi ya, dan itu bukan utang. Dia investasi, dia ambil resiko di situ. Kalau sukses dia untung, kalau kurang sukses ya untungnya sedikit. Kita tidak minjam, dia investasi di kita," tambah dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Respons Menkeu
Senada, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam membangun infrastruktur pemerintah tidak hanya mengandalkan utang saja, namun ada beberapa skema khusus dalam pembangunan infrastruktur, termasuk dengan melibatkan swasta.
"Kita sudah juga melakukan beberapa hal apakah itu menggunakan pure (murni) APBN apakah APBN, APBD, tadi juga DAK (Dana Alokasi Khusus) fisik dan kita juga gunakan KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha). Bahkan, Bappenas punya PINA (Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah). Jadi itu semua adalah mekanisme yang dikatakan kalau menggunakan ekuitas, maka itu tidak melakukan melalui utang," papar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur juga perlu dipikirkan. Sebab, ada berbagai permintaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Misalnya saja, apabila proyek infrastruktur tidak menguntungkan maka harus ada jaminan pemerintah untuk diberikan.
Kemudian, pertimbangan lainnya adalah apabila pihak swasta menganggap proyek itu menarik, tapi tidak memiliki arus pendapatan yang cukup untuk membayar kembali ekuitasnya, maka pihak swasta akan meminta availability of payment.
"Jadi artinya kita menyiapkan banyak sekali mekanisme. Poin saya itu ide yang baik, kita hargai, dan itu akan menimbulkan banyak sekali kemungkinan kemungkinan financing yang memang suatu kebutuhan kita," pungkasnya.
Advertisement