Liputan6.com, Jakarta - Masalah lingkungan PT Freeport Indonesia yang mengganjal proses perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sudah terurai.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan masalah penggunaan hutan lindung seluas 4.535,93 hektar area tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan persoalan pembuangan limbah tailing yang mengakibatkan kerusakan ekosistem.
Anggota IV BPK, Rizal Djalil mengatakan, temuan tersebut sudah masuk dalam tahap finalisasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berikutnya akan diselesaikan dengan membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) IPPKH sebesar Rp 460 miliar.
Advertisement
Baca Juga
"Pengunaan hutan lindung. Izin lahan sudah diurus, Rp 460 miliar," kata Rizal, di Kantor BPK, Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Rizal melanjutkan, untuk pembuangan limbah tailing, Freeport Indonesia telah membuat peta jalan (road map) untuk menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini sudah dibahas dengan KLHK.
Selanjutnya
Sementara itu, Menteri KLHK, Siti Nurbaya mengungkapkan, rencana perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut untuk menyelesaikan masalah limbah tailing di antaranya, membangun tanggul rendah, multi tanggul dan hidrolik mulai dari hulu, pengurangan sedimen tailing non tailing dengan proses isolasi, memperluas penanaman mangrove, serta pemanfaatan tailing untuk produk turunan.
"Itu mesti dimanfaatkan, ini dia enggak bisa sendirian, kebijakan pemanfaatan harus didukung industri lainya," ujar dia.
Siti menuturkan, untuk menyelesaikan masalah tailing tidak bisa dilakukan dalam waktu lima tahun. Sebab itu penyelesaian masalah diterapkan dalam dua tahap pertama 2018-2024 dan berikutnya dari 2025-2030.
"Road map kalau dilihat situasi sangat besar tidak bisa selesai 5 tahun, karena itu road map terbagi dua," tutur dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement