Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, menegaskan Indonesia masih menjadi negara tujuan utama untuk lokasi investasi. Bahkan, adanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China, justru dinilai membawa peluang bagi Indonesia.
"Beberapa perusahaan ada yang sudah menyatakan minat investasi di Indonesia, seperti industri otomotif dari Korea dan Jerman. Juga ada salah satu perusahaan yang tengah melihat Batam untuk memproduksi smartphone," kata Airlangga dalam jumpa pers, di Kantornya, Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Airlangga Hartarto menyebut, berdasarkan data Kementerian Perindustrian hingga saat ini investasi industri nonmigas diperkirakan mencapai Rp 226,18 triliun sampai akhir tahun 2018. Angka ini lebih rendah dari realisasi total investasi ditahun sebelumnya yang mencapai Rp 274,8 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Meski tercatat turun, tapi lima sektor terbesar investasi pada akhir 2018 didorong oleh industri badang logam, komputer, barang elektronika, mesin dan perlengkapan hingga mencapai Rp 58,2 triliun. Sementara nilai investasi di sektor industri makanan minuman sebesar Rp 56,2 triliun.
"Industri kimia diperkirakan sebesar Rp 48,69 triliun, sementara alat angkutan mencapai Rp 17,44 triliun dan industri tekatil dan pakaian jadi capai Rp 8,75 triliun," kata dia.
Adapun dari penanaman modal tersebut, total tenaga kerja di sektor industri yang telah terserap di 2018 sebanyak 18,25 juta orang. Jumlah tersebut naik 17,4 persen dibanding tahun 2015 di angka 15,54 juta orang.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Menperin: Investor Tak Usah Khawatir soal Status KEK di Batam
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memastikan rencana pemerintah menerapkan status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam belum final. Aturan terkait status Kawasan ekonomi Batam belum ditandatangani sehingga investor dan pelaku usaha di Batam tidak perlu resah.
Airlangga mengatakan pemerintah pasti sudah mempunyai solusi dan kebijakan untuk menjadikan kawasan Batam kompetitif dan menarik sebagai kawasan tujuan investasi.
"Jangan kita mempersulit iklim (usaha) sendiri sehingga menyebabkan investor takut masuk ke Batam. Pemerintah tentunya sudah memikirkan yang terbaik bagi Batam. Terkait rencana status KEK Batam, saya tak ingin menyinggung terlalu jauh," kata Airlangga seperti ditulis Sabtu 17 November 2018.
Menperin menjelaskan, saat ini pemerintah belum memutuskan soal status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam karena masih dalam proses di pemerintah pusat. "Jika hukum (status KEK) belum ditandatangan, artinya belum ada kebijakan yang bisa diberlakukan. Jadi investor tak perlu khawatir dan resah," ujarnya.
Saat ini industri pengolahan dalam hal ini manufaktur masih menjadi penopang utama perekonomian di Batam, termasuk perdagangan dan jasa, serta konstruksi. Perlahan namun pasti, industri lain juga mulai berkembang pesat di Batam, seperti; industri digital, pariwisata, dan MRO atau industri perawatan pesawat.
"Tentunya kita juga tidak meninggalkan industri lain, seperti industri galangan kapal (shipyard), offshore, termasuk migas. Nah yang terbaru adalah industri digital di mana Batam kini menjadi salah satu kawasan tujuan investasi industri digital dengan hadirnya Nongsa Digital Park," ungkap Airlangga.
"Perizinan harus bisa diselesaikan karena ini menjadi satu hal yang sangat penting bagi industri. Investor tentunya sangat membutuhkan kepastian hukum, terutama menyangkut perizinan di suatu daerah," tegasnya.
Asisten II Pemprov Kepri Syamsul Bahrum mengatakan, pemerintah tentu akan mencari solusi terbaik terkait status Batam. Bahkan sesuai arah kebijakan pemerintah terkait status kawasan untuk luar Pulau Batam, penerapan KEK akan diberlakukan di Pulau Galang, kawasan baru yang bukan merupakan wilayah pemukiman.
"Kenapa demikian, karena insentif akan diberikan ke pengusaha, bukan kepada penduduk. Dewan Kawasan juga terus mencari solusi terbaik bagi Batam, mengingat kawasan Batam masuk dalam prioritas pembangunan di Provinsi Kepri," ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement