Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat kenaikan subsidi energi sepanjang 2018 sebesar Rp 153,5 triliun. Subsidi itu naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 55,9 triliun.
Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengatakan, subsidi energi 2018 terdiri dari Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquified Petroleum Gas (LPG) sebesar Rp 97 triliun dan listrik Rp 56,5 triliun. Jadi total subsidi energi mencapai Rp 153,5 triliun pada 2018.
"Subsidi energi terdiri dari BBM, LPG dan Listrik, total Rp 153,5 triliun," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Jonan mengakui, dibanding 2017 sebesar Rp 97,6 triliun, subsidi energi 2018 mengalami kenaikan sebesar Rp 55,9 triliun. "Memang jumlahnya lebih besar 2018 Rp153,5 triliun ini naiknya besar hampir 50 persen," tutur dia.
Menurut Jonan, meski subsidi energi naik, tetapi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor energi tercatat Rp 217,5 triiun, melebihi target Anggaran Pendapatan Negara (APBN) 2018 181 persen.
"Namun subsidi ini naik, penerimaan banyak. Penerimaanya naik hampir 100 triliun dari target," ujar dia.
Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah mengungkapkan, kenaikan subsidi energi disebabkan meningkatnya penggunaan premium akibat dimasukannya Jawa, Madura dan Bali ke wilayah penugasan dan meningkatnya konsumsi solar.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto menambahkan, kenaikan subsidi energi disebabkan dinaikannya subsidi solar dari Rp 1.000 per liter menjadi Rp 2 ribu per liter, melemahnya nilai tukar rupiah serta naiknya konsumsi LPG 3 kg.
"Subsidi meningkat karena konsumsi LPG 3 kg meningkat. Solar yang tadinya subsidinya Rp 1.000 menjadi Rp 2 ribu. Subsidinya naik dua kali lipat. Solar harganya naik, kurs juga ada," ujar dia.
Harga Minyak Naik, Subsidi Energi Bengkak Jadi Rp 216,8 Triliun pada 2018
Sebelumnya, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani membeberkan penyebab membengkaknya subsidi energi hingga mencapai Rp 216,8 triliun di 2018. Menurutnya, hal tersebut karena adanya penambahan subsidi BBM dari Rp 500 menjadi Rp 2.000 per liter.
"Kalau melihat realisasi di pos subsidi di atas rencananya, itu karena ada perubahan kebijakan dari Rp 500 menjadi Rp 2.000 itu menambah subsidi," ujar Askolani di Jakarta seperti ditulis Kamis 3 Januari 2019.
Penambahan subsidi ini, kata Askolani untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga minyak dunia beberapa waktu lalu. Selain itu, penambahan subsidi dilakukan untuk membantu PT Pertamina sebagai badan usaha yang menjalankan penugasan penyaluran BBM.
"Tujuannya untuk menyeimbangkan stabilitas harga daya beli masyarakat, kemudian ekonomi dan badan usaha. Supaya badan usaha stabil. Ini juga dikarenakan perubahan asumsi, kurs sama ICP itu menyebabkan tambahan," tutur Askolani.
Pada 2018, Kemenkeu telah membayarkan tambahan subsidi BBM sebanyak Rp 12 triliun kepada Pertamina. "Di pos itu kita menambahkan kurang bayar yang Rp 12 triliun untuk Pertamina. Ini gabungan mengapa realisasi subsidi itu lebih," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement