OJK Terapkan Perhitungan Risiko Pasar Basel III Terbaru

Hasil simulasi di Indonesia, dampak penerapan Simplified Standardised Approach (SSA) ini tidak terlalu besar karena exposure risiko pasar di Indonesia relatif kecil.

oleh Nurmayanti diperbarui 15 Jan 2019, 15:30 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2019, 15:30 WIB
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menghadiri pertemuan para Gubernur Bank Sentral dan Pimpinan Otoritas Pengawas Sektor Jasa Keuangan (The Group of Governors and Heads of Supervision/GHOS) dari 28 negara yang tergabung dalam“The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS)” di Basel, Swiss, Senin waktu setempat.

Dalam pertemuan yang rutin diselenggarakan setiap tahun tersebut menyepakati dua hal, yaitu penetapan revisi perhitungan permodalan minimum bank untuk risiko pasar (minimum capital requirements for market risk) dan program kerja serta prioritas strategis BCBS selama tahun 2019.

Kesepakatan pertama adalah revisi dari pendekatan perhitungan kebutuhan modal minimum untuk risiko pasar yang bertujuan untuk memitigasi ketidaksempurnaan pada pendekata nsebelumnya.

Penyempurnaan tersebut antara lain menetapkan batasan yang lebih jelas antara trading book dan banking book serta pendekatan perhitungan yang lebih risk-sensitive.

Perubahan ini melengkapi sejumlah pedoman dalam dokumen Basel III sebelumnya yang telah diterbitkan pada Desember 2017 khususnya terkait dengan Pilar 1 sebagai respon atas terjadinya Global Financial Crisis.

Kerangka perhitungan risiko pasaryang telah direvisi tersebut memiliki tiga pendekatan yang dapat digunakan oleh bank. Ketiganya, yaitu Internal Model Approach (IMA), Standardised Approach (SA), dan Simplified Standardised Approach (SSA).

“Namun demikian untuk Kecukupan Perhitungan Modal Minimum (KPMM) risiko pasar, perbankan di Indonesia hanya diwajibkan untuk menggunakan SA dan SSA yang lebih hati-hati dan relevan. Sedangkan IMA hanya diperbolehkan untuk keperluan proses risk management di internal bank,” kata Wimboh.

Berdasarkan hasil simulasi di Indonesia, dampak penerapan SSA ini tidak terlalu besar karena exposure risiko pasar di Indonesia relatif kecil yang didominasi oleh risiko nilai tukar dan suku bunga.

 

Selanjutnya

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat menggelar jumpa pers tutup tahun 2018 di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (19/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pertemuan GHOS kali ini juga menyepakati program kerja dan BCBS selama tahun 2019, termasuk rencana Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP) untuk aspek Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang telah diterapkan di Indonesia sejak Juli 2017 dan Large Exposures (LEX) di Indonesia yang baru diterbitkan pada akhir Desember 2018 untuk diterapkanpada 1 Juni 2019.

Wimboh menambahkan,bahwa Indonesia senantiasa berkomitmen untuk mengawal penerapan  Basel III di Indonesia dengan tetap memperhatikan karakteristik dan kepentingan perbankan nasional (Best Fituntuk Indonesia).

Pada tahun 2016 Indonesia telah dilakukan Regulatory Consistency Assessment Programme (RCAP) dengan mendapatkan peringkat Compliant (C) untukRCAP LCR (Liquidity Coverage Ratio) dan Largely Compliant (LC) untuk RCAP Capital.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya