Liputan6.com, Jakarta Tim Dumping PT Krakatau Steel (Persero) Tbk berhasil membebaskan perusahaan ini dari pengenaan anti dumping duty atas produk hot rolled coil (HRC) di Malaysia. Upaya tersebut dilakukan melalui mekanisme administrative review yang diajukan sejak Juli 2018.
Ministry of International Trade & Industry Malaysia pada keputusan akhirnya menyatakan jika saat ini tidak ada industri dalam negeri di Malaysia yang menyuplai produk HRCsehingga pengenaan anti dumping duty menjadi tidak relevan lagi. Secara resmi pengenaan anti dumping duty terhadap Krakatau Steel mulai dicabut pada 9 Februari 2019.
Proses administrative review yang memakan waktu 6 bulan ini meliputi berbagai tahapan proses, diantaranya pembuatan aplikasi permohonan, pengisian kuesioner dan pembuatan tanggapan/sanggahan.
Advertisement
Langkah pencabutan pengenaan ini diharapkan akan dapat meningkatkan volume ekspor HRC Krakatau Steel ke Malaysia.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengapresiasi kerja keras dari Tim Dumping Perseroan yang berhasil melakukan tugasnya serta menyambut baik kebijakan yang dilakukan pemerintah Malaysia tersebut. Perseroan memperkirakan bahwa kebutuhan baja di Malaysia mencapai 9,4 juta per tahun.
"Dengan ini kami akan meningkatkan ekspor ke Malaysia karena mereka customer setia Krakatau Steel dari dulu. Dan dijaman saya kita dorong lagi supaya ikut meningkatkan ekspor nasional," jelas Silmy.
Dia memetakan jika ekspor baja Krakatau Steel pada tahun ini akan berkisar 400.000-500.000 ton ke Malaysia. Sehingga ekspor perseroan pada tahun ini diperkirakan bisa naik dua kali lipat dibanding 2018.
"Nilai ekspor total kami targetkan akan berjumlah sekitar US$ 200 juta atau kurang lebih 10 persen dari total penjualan," jelasnya.
Langkah serupa dilakukan pemerintah Australia. Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel Purwono Widodo menambahkan Australia juga tidak memperpanjang kebijakna anti dumping produk baja Indonesia sejak akhir Desember 2018. Dengan terbukanya peluang tersebut, ekspor Perseroan tidak hanya mengincar pasar ASEAN tapi juga Australia.
"Jadi baik ke Malaysia maupun Australia ekspor HRC dan Hot Rolled Plate (HRP) dari Krakatau Steel direncanakan meningkat," kata Purwono.
Purwono juga menjelaskan secara keseluruhan jumlah ekspor ke Australia memang tidak sebesar di Malaysia. Perseroan menargetkan akan menyuplai 5.000 ton baja ke Australia per kuartal.
Pada Januari lalu, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan pembatasan impor baja lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 110 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya.
Peraturan ini mulai berlaku pada 20 Januari 2019 dan diharapkan dapat memberikan peluang pertumbuhan bagi industri baja nasional karena penggunaan baja impor akan dibatasi dan lebih mengutamakan penggunaan baja lokal.
"Kami optimis bahwa tahun ini Krakatau Steel dapat menaikan penjualan dan produksi baja sebesar 20%-30% dibanding tahun 2018," tambah Purwono.
Terkait kinerja, pada kuartal ketiga 2018, perseroan mampu mencatatkan peningkatan volume penjualan sebesar 14,21 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi 1.595.260 ton.
Kontribusi kenaikan ini disumbang meningkatnya penjualan baja lembaran panas dan long product sebesar 26,20 persen dan 12,92 persen menjadi 913.619 ton dan 216.738 ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kenaikan volume pendapatan ini, mendorong perseroan meraih pendapatan bersih sebesar USD 1.274,10 juta atau meningkat 22,71 persen dibanding Q3 tahun 2017.