Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengkaji kemungkinan turunnya harga avtur. Bahan bakar pesawat ini dinilai menjadi komponen terbesar dalam penentuan harga tiket maskapai penerbangan.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Polana B. Pramesti menjelaskan sebenarnya penentuan harga avtur ini di luar kewenangan instansinya. Meski demikian, pihaknya tengah mengkaji ulang komponen harga tiket maskapai, pasca penurunan harga avtur.
Advertisement
Baca Juga
"Avtur sebenarnya di luar kewenangan kami. Tapi kami sudah lakukan rapat dengan Pertamina aviasi. Mereka menyampaikan bahwa harga avtur mereka sudah kompetitif, tetapi ada beberapa komponen harga yang bisa diturunkan," kata Polana di Kementerian Perhubungan, Rabu (13/2/2019).
Polana mengaku sebelumnya telah berdiskusi dengan para pelaku industri penerbangan. Namun dipastikan dia akan kembali memanggil pihak terkait untuk membahas kemungkinan perubahan tarif tiket pesawat.
"Kalau harga avtur turun otomatis komponen biaya jadi berpengaruh. Seharusnya mereka melakukan penyesuaian kembali," tegas Polana.
"Mengenai berapa penurunannya, saya belum bisa kasih info karena sekarang sedang dilakukan pengkajian oleh litbang. Hari ini dan besok kita panggil maskapai untuk lakukan penghitungan kembali terhadap tarif tersebut," tambah dia.
JK: Kontribusi Avtur Capai 35 Persen untuk Ongkos Pesawat
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendapat keluhan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tentang mahalnya harga avtur. Mahalnya harga avtur ini lantas membuat harga tiket beberapa maskapai terkerek naik.
Menanggapi itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai wajar apabila harga tiket pesawat naik karena menyesuaikan tingginya harga avtur. Sebab, dia menilai dari 35 persen ongkos pesawat tersebut masuk dalam hitungan bahan bakar maskapai penerbangan tersebut.
"Saya kira walaupun bersaing mereka juga harus tetap menghitung biaya tetapnya, ada harga pokok daripada avtur itu. Karena 35 persen daripada ongkos pesawat itu avtur," ujar dia saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (12/2/2019).
Baca Juga
JK menilai, harga tiket pesawat di Indonesia selama ini masih tergolong sangat murah apabila dibandingkan dengan negara-negara lain.
Apalagi, kata dia, banyak promo-promo yang ditawarkan oleh sejumlah maskapai untuk penerbangan murah.
Murahnya harga pesawat tersebut, kemudian membuat beban perusahaan semakin besar. Bahkan tak jarang beberapa maskapai justru mengalami bangkrut.
"Apalagi kalau ditarik murah, beberapa airlines yang tutup ada Batavia dulu, ada Adam Air ada Merpati ada Mandala, ada semua kan tutup bangkrut," kata dia.
"Jadi kalau kita tekan terlalu murah dia punya tiket juga bagus tapi (cuma untuk) jangka pendek, tapi jangka panjang kalau mereka tidak bisa beli pesawat akhirnya kita yang kena juga. Kita tidak bisa, apalagi mereka bukan pemerintah, mereka statusnya bisnis maka harus sesuai," tambah JK.
Oleh karena itu, Jusuf Kalla meminta persoalan ini tidak hanya dilihat dari prespektif kecil saja. Akan tetapi secara garis besar.
"Jangan lihatnya dari segi menaikkannya. Tapi lihat kalau tidak naik apa yang terjadi, ya bangkrut ini perusahaan. Kalau bangkrut perusahaan kalian nanti terus naik kapal laut lagi," kata dia.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement