Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor transportasi mengalami deflasi pada Maret 2025 meski ada momentum Ramadan dan Lebaran 2025. Padahal, biasanya momentum tersebut mengerek inflasi di sektor transportasi.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M Habibullah menerangkan, selama 3 tahun terakhir momentum Ramadan dan Idulfitri selalu menjadi pendorong inflasi sektor transportasi.
Baca Juga
Namun, dua momentum akbar yang terjadi selama Maret 2025 itu justru membuat sektor transportasi mencatatkan deflasi sebesar 0,04 persen.
Advertisement
"Secara historis, pada 2022-2024, kelompok transportasi selalu mengalami inflasi pada momen Ramadan dan Idulfitri," kata Habibullah dalam Rilis Berita Resmi Statistik, Selasa (8/4/2025).
"Sedangkan, pada momen Ramadan dan Idulfitri 2025, kelompok ini mengalami deflasi 0,08 persen dengan andil deflasi sebesar 0,01 persen," ia menambahkan.
Dia menuturkan, faktor utama deflasi sektor transportasi karena ada penurunan harga tiket pesawat pada periode mudik lebaran 2025 ini. Seperti diketahui, pemerintah telah berhasil menurunkan harga tiket pesawat sekitar 13-14 persen.
"Deflasi kelompok ini didorong oleh penurunan tarif angkutan udara yang menyumbangkan andil deflasi sebesar 0,04 persen dengan tingkat deflasi sebesar 4,83 persen," tuturnya.
Inflasi Maret 2025
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi mencapai 1,65 persen pada Maret 2025 secara bulanan. Komoditas yang paling besar menyumbang inflasi yakni tarif listrik hingga bahan bakar rumah tangga.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M Habibullah menerangkan penyumbang inflasi terbesar datang dari kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga. Angka inflasi kelompok ini mencapai 8,45 persen dengan andil inflasi Maret 2026 sebesar 1,18 persen.
Â
Tarif Listrik
"Kelompok penyumbang inflasi terbesar adalah perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga dengan inflasi sebesr 8,45 persen dan memberikan andil inflasi sebesar 1,18 persen," kata Habibullah dalam Rilis Berita Resmi Statistik, Selasa, 8 April 2025.Â
Dia mengatakan, dalam kelompok tersebut, tarif listrik menjadi satu komoditas yang memberikan andil inflasi paling besar. Adapun, pada Maret 2025 biaya listrik yang dibayarkan konsumen telah kembali normal usai diskon 50 persen untuk periode Januari-Februari 2025.
Habibullah mencatat, selesaikan diskon tarif listrik itu menjadi faktor tingkat inflasi pada Maret 2025. "Komoditas yang dominan mendorong inflasi kelompok ini adalah tarif listrik yang memberikan andil inflasi sebesar 1,18 persen," ungkapnya.
Kelompok lainnya yang mencatatkan inflasi cukup besar adalah Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan inflasi 1,24 persen dan andil inflasi Maret 2025 sebesar 0,37 persen.
"Komoditas lain yang juga memberikan andil inflasi adalah bawang merah dengan andil inflasi sebesar 0,11 persen, cabai rawit dengan andil inflasi 0,06 persen, emas perhiasan dengan andil inflasi 0,05 persen, dan daging ayam ras dengan andil inflasi 0,03 persen," urainya.
Advertisement
Nilai Tukar Petani pada Maret 2025
Sebelumnya, Nilai Tukar Petani (NTP) per Maret 2025 mencapai 123,72 atau naik 0,22 persen secara bulanan (month to month/mtm) dibandingkan Februari 2025.
Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik (BPS), M.Habibullah menuturkan, kenaikan NTP terjadi disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani atau IT naik sebesar 1,51 persen menjadi 152,24.Â
"Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani atau IB yang sebesar 1,29 persen menjadi 123,05," ujar Habibullah dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Habibullah mengatakan, komoditas yang dominan yang mempengaruhi kenaikan harga yang diterima petani yakni kelapa sawit, bawang merah, gaba dan cabai rawit. Sedangkan subsektor yang mengalami peningkatan NTP terbesar adalah horticultura, sedangkan subsektor yang turun paling dalam adalah tanaman pangan.Â
"Subsektor horticultura mengalami kenaikan NTP sebesar 3,80 persen karena kenaikan IT sebesar 5,23 persen. Nilai tersebut lebih besar dari kenaikan IB yang sebesar 1,28 persen," ujar dia.
Sedangkan komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan IT adalah bawang merah, cabai rawit, pisang dan petai. Kendati begitu, NTP subsektor tanaman pangan mengalami penurunan sebesar 0,57 persen. Hal ini karena kenaikan IT yang sebesar 0,82 persen. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan kenaikan IB yang sebesar 1,40 persen.Â
"Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan IB adalah tanda listrik, bawang merah, cabai rawit, dan telur ayam ras," kata dia.
