Kadin Minta Kaji Ulang Bea Masuk Impor Teh

Teh impor berkualitas rendah banyak digunakan sebagai bahan campuran dengan teh Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mar 2019, 10:50 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2019, 10:50 WIB
Pemetik Teh Kaki Gunung Kerinci
Sebagian ibu-ibu warga Kabupaten Kerinci di kaki Gunung Kerinci adalah pemetik teh peninggalan Belanda yang kini dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). (Liputan6.com/B Santoso)

Liputan6.com, Jakarta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah mengkaji kembali besaran Bea Masuk (BM) impor teh berkualitas rendah sebagai upaya mendorong industri teh nasional.

"Kebijakan bea masuk bagi teh yang saat ini 20 persen mungkin perlu ditinjau kembali, dan kalau masih memungkinkan bisa ditingkatkan bea masuknya," kata Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani, seperti mengutip Antara di Jakarta, Kamis (14/3/2019).

Kadin juga meminta pemerintah mempertimbangkan penerapan persyaratan non tariff barriers seperti halal dan wajib SNI untuk mengurangi teh impor berkualitas rendah.

Rosan mengatakan teh impor berkualitas rendah banyak digunakan sebagai bahan campuran dengan teh Indonesia untuk kemudian dipasarkan baik di dalam maupun luar negeri.

Menurut dia, hal tersebut dapat menurunkan kualitas teh Indonesia yang selama ini merupakan teh terbaik dunia. Selain menurunkan kualitas, teh impor juga berdampak pada perkembangan industri teh Indonesia.

"Kami akan kaji betul, karena maraknya impor ini dampaknya akan terasa kepada para pelaku agribisnis perkebunan teh. Bukan hanya perkebunan rakyat, tapi juga perkebunan milik negara dan swasta," katanya.

Secara ekonomi, komoditas hasil perkebunan ini merupakan salah satu unggulan. Perkebunan teh rakyat di Indonesia bahkan disebut mencapai 46 persen dari total perkebunan teh yang ada sehingga produktivitasnya terus digenjot.

Di sisi lain, ekspor teh Indonesia ke Eropa masih terkendala dengan ketatnya persyaratan, misalnya dengan pengenaan MRL (batas maksimum residu) tertentu mengenai kandungan anthraquinon yang harus 0,02 persen. "Perlu diperkuat lobi dengan Eropa," katanya.

Kadin juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mengalokasikan kredit murah dengan prosedur yang mudah, terutama untuk perbaikan kebun dan pemeliharaan tanaman; penggantian tanaman tua dengan klon-klon teh unggul yang produktivitasnya bisa mencapai 2,5-5 ton/hektare/tahun, serta modernisasi atau penggantian mesin-mesin tua.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Terapkan Bea Masuk Impor Teh Bakal Lindungi Industri Domestik

Senyum Ceria Pemetik Teh Kabawetan di Pagi Hari
Salah seorang pemetik daun teh di perkebunan Kabawetan Bengkulu menuruni bukit untuk mengantarkan hasil pemetikan mereka sebelum diangkut ke pabrik pengolahan (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Industri teh dalam negeri perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Terutama dalam penerapan tarif bea masuk impor teh.

Hal itu bertujuan untuk mengurangi impor dan meningkatkan konsumsi produk teh dalam negeri.

Peneliti Kebijakan Riset Perkebunan Nusantara (RPN), Rohayati Suprihatini, menyebutkan tarif bea masuk impor teh ke Indonesia sangat rendah. Oleh karena itu, produk teh dari negara lain masuk dengan deras ke pasar Indonesia.

Dia menegaskan, hal tersebut menjadi salah satu hambatan perdagangan teh Indonesia baik di dalam maupun ke luar negeri atau ekspor. 

"Jadi kalau di teh ini adalah blending (mencampur), kita juga mengekspor teh ke China, Turki sebagai blending untuk negaranya itu," kata dia dalam sebuah acara diskusi di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (13/3/2019).

Kendati demikian, dia menyebutkan teh asal Indonesia sulit menembus pasar global sebab beberapa negara tujuan menerapkan bea masuk impor yang cukup tinggi.

"Di China sebagai negara penghasil teh terbesar di dunia tarifnya 15 persen, India sangat memproteksi petaninya dengan tarif 114 persen tidak bersaing, tidak bisa masuk kita," ujar dia.

Selain itu, Turki juga menerapkan tarif bea masuk impor yang sangat tinggi yaitu 145 persen. Sehingga produk teh dari negara lain tidak ada yang sanggup menembus pasar Turki. Hasilnya adalah, di negara Turki produk teh lokalnya tetap berjaya sebab tidak memiliki saingan.

Sementara negara lainnya di Asia, seperti Vietnam tarifnya cukup tinggi juga, yaitu 50 persen. Namun, mereka menggratiskan bea masuk produk teh asal negaranya jika masuk ke negara lain.

"Vietnam (tarif bea masuknya) 50 persen. Liciknya dia kalau masuk ke Indonesia 0 persen, kita masuk ke Vietnam 50 persen," tutur dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya