Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) menyatakan akan memperluas pemberian sertifikat digital kepada tenaga ahli konstruksi yang tersebar di berbagai pelosok di Indonesia.
Ketua LPJKN Ruslan Rivai mengatakan, pihak LPJK daerah akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memonitor keberadaan tenaga kerja ahli yang belum memiliki sertifikat.
"Kami datang ke lokasi proyek, misal ada 300 orang bekerja. Kami bersama pemerintah provinsi yang punya kewenangan pengawasan konstruksi akan observasi dan lihat, mereka enggak punya sertifikat, ternyata terampil. Langsung diberikan (sertifikat digital)," ungkapnya di ICE BSD, Tangerang Selatan, Kamis (21/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Namun begitu, ia menegaskan, para pekerja konstruksi yang hendak mendapatkan sertifikat digital tenaga ahli harus melalui tahap uji pengetahuan dan wawancara, sehingga tidak otomatis meraihnya secara cuma-cuma.
Ke depannya, lanjut Ruslan, program ini juga memungkinkan para pekerja dengan latar belakang pendidikan D3 namun kenyang pengalaman untuk bisa meraih gelar sebagai tenaga ahli konstruksi.
"Kalau sekarang SKA (Sertifikat Keterangan Ahli) itu rata-rata kalau ahli harus S1. Padahal banyak yang lulusan D3 dengan pengalaman 10 tahun itu bisa lebih ahli dari S1. Berarti pengalaman juga menentukan," sebut dia.
Pemberian sertifikat ini menurutnya penting untuk diserahkan sebagai tanda bukti bahwa yang bersangkutan memang ahli di bidang tersebut.
"Banyak tenaga ahli kita yang sudah ahli tapi belum punya bukti. Kenapa harus punya bukti? Itu nanti digunakan oleh pemerintah," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri PUPR Target Sertifikasi 512 Ribu Pekerja Konstruksi Tahun Ini
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan 512 ribu pekerja konstruksi bisa mendapatkan sertifikasi pada tahun ini. Jumlah itu naik 10 kali lipat dibanding rata-rata pencapaian periode 2015-2018.
"Pada tahun 2019 ini ditargetkan 512.000 orang tenaga kerja konstruksi bersertifikat atau 10 kali lipat dari rata-rata capaian tahunan program sertifikasi dari 2015-2018, yang sebanyak 50.000 sebagai hasil kolaborasi Pemerintah Pusat–Pemerintah Daerah–LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi)," ujar dia di Istora Senayan, Jakarta, pada Selasa 12 Maret 2019.
BACA JUGA
Untuk mengejar target 10 kali lipat tersebut, Kementerian PUPR berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Ristekdikti, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja, serta Kementerian BUMN untuk melaksanakan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi dengan program link and match.
Dia mengatakan, program sertifikasi ini juga dilakukan terhadap warga binaan yang memenuhi syarat. "Sampai saat ini sudah berjumlah 3.267 orang di 53 Lembaga Pemasyarakatan," sambungnya.
Adapun jumlah pekerja konstruksi bersertifikat saat ini baru mencapai 7,4 persen, atau sekitar 616 ribu orang dari total 8,3 juta orang di seluruh Indonesia.
Sejak Oktober 2018 hingga Maret 2019 ini, telah ada peningkatan sebanyak 49 ribu tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat.
Basuki pun memproyeksikan, target sertifikasi tenaga kerja konstruksi akan semakin ditingkatkan pada 2020 mendatang, meski secara angka masih dibawah 1 juta orang.
"Kira-kira tahun depan naik jadi 750 ribu orang. Enggak mungkin sampai 1 juta tapi, itu pasti hoax," ucapnya sembari terkekeh.
Advertisement