Liputan6.com, Jakarta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono terus mendorong agar pekerja konstruksi mau mengikuti pelatihan demi memperoleh sertifikat.
Sebab, dia menyebut, gaji pekerja konstruksi yang telah bersertifikat bisa naik hingga 1,5 kali lebih besar dari Upah Minimum Regional (UMR) di wilayah kerjanya.
"Seperti di DKI (Jakarta), UMR-nya sekitar Rp 3,9 juta. Kalau dia punya sertifikasi dia bisa dapet 1,5 kali UMR. Dia diakui kompetensinya dan mendapatkan income lebih besar," ujar Basuki di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menurut laporannya, jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat saat ini baru mencapai 7,4 persen, atau sekitar 616 ribu orang dari total 8,3 juta orang di seluruh Indonesia.
Dari jumlah tersebut, 49 ribu diantaranya merupakan tenaga kerja konstruksi yang telah meraih sertifikat pada kurun waktu Oktober 2018 sampai Maret 2019.
Hingga akhir 2019 ini, Menteri Basuki menargetkan 512 ribu pekerja konstruksi bisa mendapatkan sertifikasi pada tahun ini. Jumlah itu naik 10 kali lipat dibanding rata-rata pencapaian periode 2015-2018.
"Pada tahun 2019 ini ditargetkan 512.000 orang tenaga kerja konstruksi bersertifikat atau 10 kali lipat dari rata-rata capaian tahunan program sertifikasi dari 2015-2018, yang sebanyak 50.000 sebagai hasil kolaborasi Pemerintah Pusat–Pemerintah Daerah–LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi)," jelas dia.
Untuk mengejar target 10 kali lipat tersebut, Kementerian PUPR berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Ristekdikti, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Tenaga Kerja, serta Kementerian BUMN untuk melaksanakan revitalisasi pendidikan kejuruan dan vokasi dengan program link and match.
Dia mengatakan, program sertifikasi ini juga dilakukan terhadap warga binaan yang memenuhi syarat. "Sampai saat ini sudah berjumlah 3.267 orang di 53 Lembaga Pemasyarakatan," sambungnya.
Adapun jumlah pekerja konstruksi bersertifikat saat ini baru mencapai 7,4 persen, atau sekitar 616 ribu orang dari total 8,3 juta orang di seluruh Indonesia.
Sejak Oktober 2018 hingga Maret 2019 ini, telah ada peningkatan sebanyak 49 ribu tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat.
Basuki pun memproyeksikan, target sertifikasi tenaga kerja konstruksi akan semakin ditingkatkan pada 2020 mendatang, meski secara angka masih dibawah 1 juta orang.
"Kira-kira tahun depan naik jadi 750 ribu orang. Enggak mungkin sampai 1 juta tapi, itu pasti hoax," ucapnya.
Â
Jokowi Ingin Pekerja Konstruksi Tersertifikasi Kuasai Teknologi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sertifikat kepada 16 ribu pekerja konstruksi. Proses sertifikasi diberikan secara simbolils kepada 6.000 perwakilan tenaga kerja konstruksi di Istora Senayan, Selasa (12/3/2019).
Selanjutnya, proses penyerahan kepada seluruh 16 ribu pekerja konstruksi tersebut diberikan secara elektronik. Dengan rincian 13.900 orang tenaga terampil dan 2.100 tenaga ahli.
Baca Juga
"Siang hari ini saya senang banget. Seneng banget banget banget, karena melihat SDM (Sumber Daya Manusia) muda kita ini wajahnya cerah penuh harapan," ujar Jokowi.
Jokowi percaya, para pekerja konstruksi yang bersertifikat sudah memiliki kemampuan di bidang masing-masing dan teruji.
"Dan keliatannya saya lihat pintar-pintar. Kalau sudah pegang sertifikat ini kalau enggak pintar itu kebangetan. Nanti saya suruh buat jembatan kalau enggak bisa, awas," urai Jokowi.
Kehadiran pekerja ahli bersertifikat dinilai penting. Sebab dunia konstruksi saat ini berubah begitu cepat berkat bantuan teknologi terbarukan. Sebagai contoh, teknologi 3D Printing yang bisa mendesain rancangan bangunan hanya dalam satu hari.
"Kita semuanya sudah tahu, dunia konstruksi berubah begitu sangat cepatnya. Kita tahu sekarang mulai terkenal namanya 3D printing. Membuat rumah hanya dalam waktu 24 jam. Bukan akan, itu sudah ada barangnya," sebut dia.
Jokowi pun mengajak tenaga kerja yang telah mendapat sertifikat untuk mau mempelajari teknologi tersebut agar dunia konstruksi di Indonesia tidak kalah dengan negara lainnya.
"Percuma punya teknologi terbaru tapi tidak ada orang Indonesia yang mau mengoperasikan. Kita harus mau belajar. Tanpa itu, kita bisa kalah berkompetisi dari negara-negara lain," tuturnya.
Advertisement