Liputan6.com, Jakarta - Kampanye pemilihan presiden (pilpres) ternyata turut berperan dalam naiknya harga tiket pesawat. Maraknya safari politik di daerah membuat transportasi udara tetap laku meski harga mahal.
Ini juga yang menyebabkan harga tiket pesawat tetap tinggi sejak November lalu menjelang liburan akhir tahun. Pasalnya, naiknya harga tiket saat peak season tersambung dengan masa kampanye hingga April.
Advertisement
Baca Juga
"Maskapai sekarang merasa bahwa demand-nya ada, karena mereka begini semenjak bulan November lalu, mereka cukup pede, mereka bilang Desember kan ramai katanya, lalu bulan Januari sampai Maret nanti ada kampanye. Banyak yang kampanye. Jadi pergerakan domestik pasti banyak menurut mereka," ujar Sekjen Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno kepada Liputan6.com.
Pauline menyebut permintaan pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat terbilang realistis. Namun, ia menyebut maskapai pasti menyadari hukum bisnis yaitu supply dan demand.
Oleh karenanya, para maskapai percaya bahwa bisnis tiket pesawat tinggi tetap akan meraup untung. Sebab, ada permintaan domestik berkat musim pilpres walau harga tiket naik.
"Maskapai selama ini teriak rugi, rugi, rugi. Garuda juga kita lihat beberapa kali raportnya merah baru tahun lalu membukukan keuntungan. Namanya bisnis, siapa sih yang mau rugi?" ucap Pauline.
Pauline pun mengakui naiknya harga tiket pesawat memberi dampak ke wisata lokal. Kolega Pauline dari daerah wisata pun mengeluhkan sepinya kedatangan turis karena tingginya harga tiket.
YLKI Minta Pemerintah Ubah Regulasi buat Turunkan Harga Tiket Pesawat
Pemerintah mendesak maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia untuk menurunkan harga tiket pesawat hingga dan paling lambat per awal April 2019 ini.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan ultimatum pemerintah tidak tepat sasaran.
Kata dia, pemerintah justru sebaiknya mengubah regulasi tiket pesawat terlebih dahulu agar ada ketetapan yang jelas terkait persoalan tarif, terutama tarif batas atas.
"Itu ultimatum yang aneh dan salah sasaran. Kenapa di ultimatum karena tidak ada pelanggaran regulasi? Kalau memang pemerintah menghendaki tarif tiket pesawat turun, ya diubah regulasinya dong," tuturnya kepada Liputan6.com, Kamis (28/3/2019).
Dia menjelaskan, yang paling penting ialah regulasi atau peraturan yang memayungi maskapai agar tertib mematok harga tiket pesawat kepada masyarakat.
"Ultimatum itu menunjukkan pemerintah tak mampu mengatasi masalah yang sebenarnya. Kalau memang pemerintah ingin melindungi masyarakat agar tarif pesawat turun, maka ubah dulu regulasinya, khususnya terkait ketentuan batas atas, berani tidak pemerintah melakukan itu? jika tidak berani dan tidak dilakukan, maka ultimatum itu hanya demi populis belakan," pungkasnya.
Advertisement