Industri Fintech Harus Waspadai Aksi Pembobolan Data Nasabah

Hal ini masih kerap terjadi dan pada ujungnya merugikan nasabah dari aplikasi fintech tersebut.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Apr 2019, 17:14 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2019, 17:14 WIB
20161110-Kompetisi-Startup-Fintech-AY5
Sebuah iklan saat event penyelenggaraan Finspire di Jakarta, Rabu (9/11). Finspire ini diselenggarakan dalam 2 aktivitas yaitu Finspire frontrunner dan Finspire summit yang diikuti oleh 32 startup di bidang fintech. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Industri financial technologi atau teknologi keuangan (fintech) di Tanah Air perlu mewaspadai potensi pembobolan data nasabah.

Hal ini masih kerap terjadi dan pada ujungnya merugikan nasabah dari aplikasi fintech tersebut.

‎Pengamat Ekonomi Digital Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi menuturkan, kehandalan sistem informasi dan teknologi merupakan salah satu tantangan yang harus disikapi secara serius oleh para pelaku di industri fintech pinjaman online.

Lantaran, seringkali terjadi pencurian data pribadi nasabah yang disebabkan lemahnya perlindungan terhadap server milik aplikasi fintech.

"Untuk mengantisipasi terjadinya pembobolan data nasabah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab perlunya adanya peningkatan perlindungan terhadap server. Peningkatan standar enkripsi menjadi salah satu poin penting yang harus segera dilakukan,” ujar dia di Jakarta, Senin (8/4/2019).

‎Selain tantangan terkait dengan sistem teknologi dan informasi, tantangan lainnya yang juga berpotensi terjadi pada industri fintech pinjaman online adalah ancaman kegagalan pembayaran.

Ancaman ini merupakan hal yang cukup berbahaya terlebih jika jumlah nasabah yang gagal membayar cukup banyak dan dapat mengganggu keberlangsungan pelaku industri fintech.

"Ancaman gagal bayar ini dapat diantisipasi salah satunya dengan melakukan edukasi kepada nasabah pinjaman online untuk dapat meminjam sesuai kebutuhan dan juga memperhitungkan kemampuan membayar sesuai dengan perjanjian yang sudah disetujui bersama dengan penyedia jasa. Perlu ada edukasi mengenai fintech kepada masyarakat," ungkap dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Industri Fintech Pinjaman Online di Indonesia Hadapi Tantangan

Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Sementara itu, Senior Vice President Corporate Affairs UangTeman, Adrian Dosiwoda mengungkapkan, saat ini industri fintech pinjaman online di Indonesia menghadapi berbagai tantangan baik dari sektor sistem teknologi informasi, nasabah, maupun juga rencana bisnis. 

Meski demikian, pihaknya telah mengantisipasi dan juga solusi yang tepat terhadap tantangan yang berpotensi terjadi.

“UangTeman secara rutin selalu melakukan upgrading terhadap sistem teknologi dan informasi sehingga mumpuni dan dapat melindungi data nasabah dari potensi pencurian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," kata dia.

Adrian menyatakan, edukasi terhadap masyarakat merupakan hal yang penting untuk membantu nasabah dalam melakukan pinjaman secara bertanggungjawab. Selain itu, dengan adanya edukasi ini membuat angka non-performing loan (NPL) UangTeman berada pada level yang rendah.

"Angka NPL UangTeman di tahun 2018 berada pada 2,9 persen sedangkan sejak tahun 2015-2018 rata-rata NPL UangTeman adalah 2,1 persen dan ini merupakan yang terendah dibandingkan dengan platform serupa lainnya” tandas dia.

 

OJK Minta Fintech Patuhi Kode Etik Penagihan

Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya perlindungan konsumen dalam bisnis pinjaman online alias fintech peer to peer lending terutama pada fintech yang sudah terdaftar di OJK. Saat ini ada 99 fintech peer to peer lending yang sudah terdaftar di OJK.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan, sejumlah hal yang harus harus diperhatikan setiap pelaku fintech terkait kenyamanan dan keamanan pengguna jasa. Salah satunya tidak boleh zalim terhadap konsumen.

"Kami punya kesepahaman agar semua fintech provider itu berjanji laksanakan kaidah-kaidah itu. Diantaranya tidak boleh abuse, tidak menzalimi nasabah," kata dia, seperti ditulis pada Rabu, 2 April 2019.

Dia menegaskan industri fintech perlu memperhatikan kode etik dalam melakukan penagihan. "Kedua harus mempertimbangkan etika dalam penagihan. Sudah ada kode etiknya yang sudah disepakati bersama," jelas Wimboh.

"Ketiga fintech provider harus ada yang bertanggung jawab. Kalau ada apa-apa siapa yang bertanggung jawab. Juga bisnisnya tidak boleh short term, dia harus jangka panjang," imbuhnya.

Menurutnya, setiap produk fintech yang terdaftar di OJK, sudah sepakat memahami kaidah-kaidah itu. OJK siap mengambil tindakan, bahkan hingga pencabutan izin perusahaan pinjam online yang terbukti melanggar kaidah tersebut.

Dia pun mengakui bahwa ada pula fintech yang belum terdaftar di OJK. Terkait praktik fintech ilegal yang merugikan masyarakat, kata Wimboh, OJK siap mendampingi masyarakat yang menjadi korban untuk melapor ke pihak kepolisian.

"Yang terlanjur merasa dibohongi oleh produk fintech yang tidak terdaftar di OJK, silakan dilaporkan ke polisi. Nanti kita juga akan bersama-sama dengan polisi. Kalau lapor ke OJK juga kita akan bersama-sama dengan polisi untuk melakukan (penanganan) melalui satgas waspada investasi," tandas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya