OJK: Banyak Kasus Penagihan Pinjaman Online yang Tak Beretika

Masyarakat diminta mewaspadai praktik pinjaman online ilegal.

oleh Athika Rahma diperbarui 05 Apr 2019, 18:39 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2019, 18:39 WIB
Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Liputan6.com, Jakarta Pinjaman online saat ini tengah menjadi tren di masyarakat, terutama generasi milenial. Selain mudah, proses peminjaman dinilai cepat. Namun, masyarakat juga harus mewaspadai praktik pinjaman online  ilegal.

Itu karena pinjaman online tidak hanya merugikan secara finansial tapi secara fisik. Saat ini banyak kasus penagihan pinjaman yang tidak beretika. Hal ini diungkapkan Ketua Umum Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Ilegal, Tongam Lumban Tobing.

"Sekarang di fintech P2P lending ini banyak kasus penagihan yang tidak beretika. Kami mendorong Satgas untuk tidak mentolerir ancaman, intimidasi, teror atau pelecehan yang dilakukan fintech ilegal ini," ujar Tongam di Jakarta, Jumat (5/4/2019).

Sebelumnya, OJK telah menegaskan, fintech P2P lending yang terdaftar harus mematuhi etika dan tata cara menagih pinjaman kepada nasabah. Peraturan tersebut sudah dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Sebagai informasi, jumlah fintech P2P lending ilegal yang berhasil ditutup oleh Satgas pada tahun 2019 mencapai 399 entitas, sementara untuk investasi ilegal mencapai 47 entitas.

Kerugian yang timbul akibat investasi dan platform pinjaman online ilegal ini capai Rp 88,8 triliun.

Masyarakat harus jeli dan menerapkan prinsip 2L sebelum berinvestasi, yaitu Legal dan Logis, yang artinya legal lembaga dan produknya, logis dan rasional skema bisnisnya.

Dalam 3 Bulan, OJK Telah Tutup 47 Penawaran Investasi Ilegal

Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sepanjang tahun ini sebanyak 47 penawaran investasi ilegal telah berhasil dibekukan oleh satuan tugas (satgas) waspada investasi. Dari penawaran tersebut, mayoritas terjadi di Multi Level Marketing (MLM) dan perdagangan berjangka.

"Tahun 2019, 47 penawaran investasi ilegal sudah dihentikan satgas watpasda investasi," kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing, dalam acara sosialisasi satuan tugas waspada investasi ilegal di, Balaikota DKI Jakarta, Jumat (5/4).

Tongam menyebut secara komposisi, keduanya memiliki andil yang besar. Di mana MLM sendiri hampir sekitar mencapai 30 persen, kemudian untuk perdagangan berjangka mencapai 25 persen. "Dan ini memang terjadi seperti itu karena sangat mudah menawarkan MLM dan perdagangan berjangka ke masyarakat sehingga masyarakat bisa mudah tergiur.

"Karena kalau di MLM yang ditawarkan dengan keikutsertaan peserta kita dapat bonus yang tidak didasarkan pada penjualan produk tapi pada member. Kemudian perdagangan berjangka forex, emas, penawaran dengan memberikan imbal hasil fix tanpa risiko. ini perlu diperhatikan," tambahnya.

Kendati demikian, dari hasil tersebut pihaknya belum bisa menyebutkan berapa kerugian yang ditaksir oleh para korban yang terjaring. Namun sudah dilakukan penindakan serta penanganan termasuk penghentian kegiatan secara dini.

"Kerugian yang diderita belum pasti bisa dinilai karena pada saat proses hukum baru dilihat srcara pasti kerugian. Ktta tidak melihat apakah masyarakat ada yang rugi atau tidak pada saat ada penawaran-penawaran investasi ilegal satgas melakukan tindakan dini untuk menghentikan," pungkasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Tonton video menarik ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya