Liputan6.com, Gurgaon - Seorang pria asal India berhasil mengubah roda kehidupan dari penjual kartu SIM menjadi startup penginapan. Jumlah investasi yang ia raup pun mencapai USD 1,1 miliar atau Rp 15 triliun (USD 1 = Rp 14.066).
Dilaporkan Forbes, Senin (15/4/2019), Ritesh Agarwal (25) mendapat investasi fantastis itu berkat startup bernama Oyo yang menawarkan jasa penyewaan ruangan ala hotel.
Ide Oyo ia cetuskan pada tahun 2012 dan berhasil mendapat beasiswa dari Thiel Fellowship. Usahanya pun berkembang dan mampu menyediakan 550 ribu ruangan.
Advertisement
Baca Juga
 Bisnis pengingapan ini menantang jaringan hotel konvensional. Kini, Oyo adalah jaringan penyewa ruangan terbesar nomor delapan di dunia berdasarkan penelitian STR, sebuah firma sektor hospitality.Â
Startup yang didirikan lulusan SMAÂ ini juga berhasil mendapat investasi USD 1,1 miliar dari empat perusahaan besar:
1. SoftBank: USD 800 juta (Rp 11,2 triliun)
2. Grab: USD 100 juta (Rp 1,4 triliun)
3. Didi Chuxing: USD 100 juta (Rp 1,4 triliun)
4. Airbnb: USD 75 juta (Rp 1 triliun)
Oyo percaya model bisnis mereka akan terus berkembang meski merugi USD 55 juta tahun lalu (Rp 773,6 miliar). Pasalnya, World Tourism Organization menyebut kedatangan turis di Asia akan naik 66 persen menjadi 535 juta orang pada tahun 2030.
"Kami ingin menjadi jaringan hotel paling dicintai di dunia," ucap Ritesh.
Saat ini, Oyo hadir di 500 kota di seluruh dunia dengan total 18 ribu properti di bawah jaringan mereka. Dana USD 950 juta (Rp 13,3 triliun) akan digunakan Oyo demi ekspansi bisnis di China. Sisanya akan digunakan di India, Filipina, dan Indonesia.
Â
Penantang Lokal dan Konvensional
Sejumlah pebisnis sudah terlebih dahulu memulai bisnis serupa di beragam negara Asia.
Di China terdapat Home Inn, Han Ting Express, and 7Days nn. Ada RedDoorz dan Zen Rooms di Indonesia, serta Go Hotels di Filipina.
Pendiri RedDoorz, Amit Saberwal, menilai Oyo belum paham pasar di Asia Tenggara. Ia pun yakin pendekatan Oyo tidak akan berfungsi di Indonesia.
"Oyo meremehkan kompleksitas Asia Tenggara karena ini merupakan pasar yang besar dan rumit," ujar Amit yang berkata pasar ASEAN perlu pendekatan dari kota ke kota, bukan dari ruang rapat dewan.
Sebagai bagian dari industri yang disruptif, Oyo juga mendapat penentangan dari hotel konvensional. Sejumlah hotel di India memprotes bisnis Oyo yang disebut beroperasi tanpa memenuhi kepatuhan lisensi.
Hal itu pun dibantah pihak Oyo dan menyebut tudingan itu tidak berdasar. Perusahaan pun berkata 100 persen patuh pada aturan.
Sang CEO Ritesh Agarwal diketahui masih sering melakukan traveling dan suka berkomunikasi dengan para pemilik properti lewat grup-grup WhatsApp.
Dia pun menyebut penginapan yang memakai logo Oyo mendapatkan pertambahan okupansi antara 25 persen sampai 65 persen dalam tiga bulan pertama.
Advertisement