Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sofyan Basir diduga menerima janji pemberian fee terkait proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Kasus ini muncul setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih saat menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo.
Pemberian suap tersebut diduga dalam rangka penunjukan langsung oleh Sofyan Basir kepada perusahaan Johannes Kotjo untuk menggarap proyek pembangkit listrik tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Sebelum resmi menyandang status tersangka, Sofyan Basir beberapa kali dipanggil oleh KPK untuk pemeriksaan sebagai saksi. Seperti saat pemanggilan pada 7 Agustus 2018, Sofyan Basir mengakui datang KPK untuk diperiksa sebagai saksi dari Johannes Kotjo.
"Diperiksa saksi buat Kotjo," ujar dia kala itu.
Kemudian pada 28 September 2018, Sofyan Basir juga kembali dipanggil oleh kpk untuk kasus yang sama. Kali ini, Sofyan Basir menegaskan bahwa pertemuan yang dilakukannya dengan sejumlah pihak hanya membahas soal teknis proyek PLTU Riau-1.
Saat itu, dia pun membantah adanya pertemuan untuk lobi-lobi dan membahas fee proyek senilai USD 900 juta.
"Oh enggak ada (lobi) misalkan ada (pembahasan) suku bunga ya. Tapi yang lain sudah disampaikan pada KPK. Jadi sudah saya sampaikan ke KPK," kata dia.
Sofyan Basir juga sempat hadir di persidangan perkara PLTU tersebut dengan terdakwa Eni Maulani Saragih. Kehadiran Sofyan Basir pada 11 Desember 2018 tersebut juga dalam status sebagai saksi.
Seiring dengan bergulirnya kasus tersebut, Sofyan Basir diketahui telah sembilan kali ikut dalam pertemuan antara Eni Saragih dan Johannes Kotjo. Tidak sendirian, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Persero Supangkat Iwan Santoso disebut ikut menemani Sofyan Basir dalam pertemuan ini.
Setelah berstatus sebegai saksi, pada 23 April 2019, kemarin, akhirnya KPK resmi menetapkan sebagai tersangka. Sofyan Basir diduga membantu dan juga menerima janji fee dengan bagian sama seperti yang diterima oleh Eni Saragih.
"KPK meningkatkan penyidian SFB Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," kata Komisioner KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK.
Peningkatan proses hukum dari penyelidikan ke penyidikan ini berdasarkan dua alat bukti juga berdasarkan fakta persidangan yang melibatkan empat tersangka sebelumnya, antara lain Eni Saragih, Johannes Kotjo, dan Idrus Marham, Mantan Menteri Sosial yang juga ikut tersangkut dalam kasus tersebut. Sofyan Basir pun terancam hukuman pidana 20 tahun atas kasus ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jadi Tersangka Suap, Harta Sofyan Basir Mencapai Rp 119 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT. PLN Sofyan Basir sebagai tersangka kasus suap PLTU Riau-1. Sofyan diduga bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johanes B. Kotjo.
Berdasarkan laman harta kekayaan penyelenggara negara yang diakses melalui acch.kpk.go.id Sofyan Basir tercatat memiliki harta mencapai Rp 119 miliar. Sofyan terakhir melaporkan hartanya pada 31 Juli 2018.
Sofyan tercatat memiliki harta tidak bergerak berupa 16 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di sejumlah wilayah seperti Jakarta Pusat, Tangerang Selatan, dan Bogor dengan nilai total Rp 37.166.351.231.
Sedangkan untuk harta bergerak, Sofyan tercatat memiliki lima jenis mobil, dari Toyota Avanza, Toyota Alphard, Honda Civic, BMW tahun 2016, serta Land Rover Range Rover tahun 2014. Total harta bergeraknya senilai Rp 6,3 miliar.
Mantan Direktur Utama Bank BRI ini juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 10,2 miliar, surat berharga Rp 10,3 miliar, serta kas dan setara kas Rp 55,8 miliar. Sofyan Basir tak tercatat memiliki hutang.
Jadi secara total, harta kekayaan Sofyan senilai Rp 119.962.588.941.
Advertisement
Respons Manajemen PLN soal Dirut Jadi Tersangka KPK
PT PLN (Persero) mematuhi proses hukum, atas penetapan status tersangka Direktur Utama PLN Sofyan Basir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas dugaan keterlibatan kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau l.
SVP Hukum Korporat PLN, Dedeng Hidayat mengatakan, jajaran manajemen menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK, dengan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah.Â
"Selanjutnya kami menyerahkan seluruh proses hukum kepada KPK yang akan bertindak secara profesional dan proporsional," kata Hidayat, di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Dia pun meyakini, pimpinan beserta jajaran akan bersikap kooperatif, jika dibutuhkan dalam rangka penyelesaian dugaan kasus hukum yang terjadi.
"Segenap jajaran management dan seluruh pegawai PLN turut prihatin atas dugaan kasus hukum yang menimpa pimpinan kami," ujar dia.
Dia pun menjamin, PLN akan tetap memberikan pelayan optimal, meski pimpinan tertingginya berstatus tersangka.
"Kami dengan adanya kasus ini, PLN menjamin bahwa pelayanan terhadap masyarakat akan berjalan sebagaimana mestinya," tandasnya.
Dirut PLN Jadi Tersangka KPK, Proyek Kelistrikan Tak Terganggu
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap penetapan tersangka terhadap Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) tidak mengganggu pembangunan proyek ketenagalistrikan. Sofyan ditetapkan tersangka atas dugaan kasus suap Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, penetapan tersangka Sofyan Basir oleh KPK tidak mengganggu pelayanan kelistrikan ke masyarakat.
"Pelayanan kepada masyarakat tetap harus jadi prioritas,"kata Rida, di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Dia pun berharap, setelah Sofyan Basir ditetapkan tersangka, pelaksanaan proyek ketenagalistrikan kedepannya masih tetap berjalan normal, sehingga mampu memenuhi kebutuhan.
"Kami berharap hal ini tidak akan banyak mengganggu pelaksanaan proyek- proyek ketenagalistrikan ke depannya," tutur Rida.
Rida pun prihatin atas penetapan KPK terhadap Sofyan Basir. meski begitu dia tetap tetap menghormati proses hukum yang sudah berjalan.
"Kita tentu saja prihatin, tapi kita wajib menghormati proses hukum yang berjalan," tandasnya.
Advertisement