Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong peningkatan lahan sawah melalui pemanfaatan lahan rawa. Dengan adanya tambahan lahan sawah baru ini diharapkan dapat meningkatkan produksi hasil pertanian.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, pengaturan sistem irigasi menjadi kunci dalam mengelola sawah lahan rawa. Pasalnya, saat musim hujan pasokan air di lahan rawa biasanya berlebih.
Sebaliknya saat musim kemarau lahan rawa menjadi kering. Akibatnya para petani di lahan rawa hanya menanam padi satu kali dalam setahun untuk menghindari musim penghujan.
Advertisement
Baca Juga
"Persoalan itu kini teratasi lewat tata kelola irigasi. Dengan prinsip tersebut, maka petani dapat mengatasi kekurangan air (air baku pertanian) pada saat musim kemarau,” ujar dia di Jakarta, Kamis (30/5/2019).
Dengan tata kelola irigasi yang baik, lanjut dia, saat musim hujan petani bisa membuang kelebihan air di lahan rawanya. Sehingga mampu memproteksi lahan dari genangan banjir saat musim hujan.
“Jadi secara operasional bisa melakukan sirkulasi untuk mengatasi masalah kualitas air," kata dia.
Dengan upaya-upaya terencana dan terukur ini, Sarwo meyakini program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) yang dimulai dua tahun lalu akan sukses menjadikan lahan rawa sebagai alternatif lumbung yang mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kementan Siapkan Rp 2,5 Triliun Ubah Rawa Jadi Lahan Pertanian
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) akan memaksimalkan area rawa menjadi lahan pertanian guna meningkatkan produktivitas para petani pada 2019. Salah satunya melalui program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (SERASI).
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhi mengatakan, program tersebut difokuskan di tiga provinsi yaitu Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan pada 2019. Total lahan keseluruhan ditargetkan mencapai 400 ribu hektare (ha).
Tahun lalu, Kementan menargetkan keseluruhan program Serasi menjangkau 500 ribu hektare di seluruh Indonesia. Namun setelah proses validasi, Kementan menetapkan target menjadi 400 ribu ha pada 2019.
"Target 400 ribu hektar tahun ini setelah melalui proses validasi CPCL (Calon Petani Calon Lokasi). Fokus kami memang tiga provinsi dulu," ujar dia di Jakarta, Kamis (25/4/2019).
BACA JUGA
Edhi mengungkapkan, pihaknya menyiapkan dana sebesar Rp 2,5 triliun untuk implementasi program Serasi. Nilai sebesar itu berasal dari perhitungan Rp 4,3 juta per ha yang dipakai untuk perbaikan jaringan tersier.
"Program Serasi telah menunjukkan hasil yang baik di lapangan antara lain produktivitas pertanian naik menjadi 6,5 ton GKP per ha di Tanah Laut, Kalimantan Selatan, dari sebelumnya berjumlah 3 ton GKP per ha," ungkap dia.
Untuk memperkuat program Serasi, Ditjen Tanaman Pangan juga menyediakan Rp 1,2 triliun untuk kebutuhan sarana produksi para petani dan pembinaan. Dana ini akan dipakai dalam rangka penyediaan benih, dolomit, dan pupuk hayati. Estimasi biaya untuk saprodi rerata Rp 2,01 juta per ha.
Advertisement
Program Serasi
Sesditjen Tanaman Pangan, Bambang Pamuji menjelaskan, pihaknya menyediakan bantuan saprodi bagi petani peserta program Serasi. Bantuan ini berupa benih, herbisida, pupuk hayati, dan dolomit.
"Perhitungannya adalah bantuan benih dialokasikan 80 kilogram per ha, dolomit 1.000 kilogram (kg) per ha, herbisida 3 liter per ha, dan pupuk hayati 25 kilogram per ha," jelas dia.
Saat ini, PT Polowijo Gosari paling siap untuk memenuhi kebutuhan dolomit di Indonesia serta mendukung kebutuhan dolomit bagi program Serasi. Potensi tambang dolomit yang dimiliki Polowijo sebesar 300 juta ton dengan produksi dolomit sebesar 1 juta ton per tahun.