Liputan6.com, Jakarta Demi menyejahterakan petani, Kementerian Pertanian (Kementan) terus gencarkan program Pengembangan Pertanian Modern. Untuk itu, pemerintah memberikan alat dan mesin pertanian (alsintan) secara masif, mulai dari pengolahan lahan sampai dengan tahap panen dan pasca-panen.
"Dengan demikian, kegiatan usaha pertanian berubah dari sistem tradisional menuju pertanian yang modern (modernisasi pertanian)," ujar Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, Senin (22/4).
Baca Juga
Dia mengatakan, modernisasi pertanian mutlak dilakukan untuk menjadikan Indonesia negara yang kuat berbasis pertanian. Hingga kini, Kementan telah menggelontorkan ratusan ribu alsintan ke seluruh pelosok Tanah Air.
Advertisement
“Ini merupakan pertama dalam sejarah dan menjadi rekor terbanyak sepanjang sejarah pertanian Indonesia,” kata Sarwo Edhy.
Sejak 2015, Kementan telah memberikan bantuan alsintan dalam jumlah yang cukup besar. Pada periode 2015 hingga 2018 jumlah bantuan alsintan berbagai jenis yang dibagikan pemerintah kepada petani masing-masing berjumlah 157.493 unit, 110.487 unit, dan 321.000 unit dan 80.000 unit.
“Demikian juga pada tahun 2019, bantuan alsintan tetap terus diberikan kepada petani,” katanya.
Sarwo Edhy menilai, modernisasi pertanian melalui penggunaan alsintan dari aspek ekonomi secara signifikan terbukti mampu meningkatkan produktivitas komoditas pangan dan pendapatan keluarga petani. Dengan begitu, proses produksi beras bisa lebih efisien.
Melalui penggunaan alsintan pada setiap tahap kegiatan produksi, panen dan pasca-panen mampu menghemat biaya pengolahan tanah, biaya tanam, biaya penyiangan, dan biaya panen karena sebagian besar tenaga kerja sudah diganti oleh penggunaan alsintan yang jauh lebih efisien.
"Kita berharap yang dikerjakan bukan hanya menanam atau mencari benih atau memupuk saja, tapi setelah pascapanen tersebut keuntungannya yang lebih besar. Jadi setelah konsolidasi, bagaimana mengkorporasikan petani dalam jumlah besar," ujarnya
Modernisai pertanian juga dapat mendorong minat masyarakat khususnya generasi muda terhadap dunia pertanian. Jika sebelumnya pertanian dipandang sebelah mata sebagai pekerjaan untuk orang yang kurang pendidikan dan miskin, bekerja penuh lumpur di bawah terpaan sinar matahari serta lebih banyak mengandalkan kerja otot.
“Akan tetapi saat ini profesi petani modern merupakan pekerjaan yang menjanjikan dan dapat ditekuni secara profesional serta tidak lagi mengandalkan otot saja,“ tutur Sarwo Edhy.
Pendapatan yang diperoleh sebagai petani tidak kalah menariknya dan bahkan lebih besar dari upah atau gaji dari seseorang yang bekerja pada sektor non-pertanian.
“Pada kondisi seperti ini, tanpa perlu didorong, petani dengan sendirinya akan terus bersemangat untuk berproduksi,” pungkas Sarwo Edhy.
(*)