Ekspor Produk Mebel Terhambat Aturan Legalitas Kayu

Sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) dinilai sebagai kebijakan kontraproduktif yang membuat industri mebel dan kerajinan Indonesia kurang berkembang.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Jul 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2019, 16:00 WIB
20161013-TRADE-EXPO-INDONESIA-2016-Jakarta-FF2
Aneka furniture dan mebel di pamerkan dalam Trade Expo Indonesia 2016 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (13/10). TEI 2016 menjadi media bagi pengusaha dalam dan luar negeri untuk memamerkan dan mempromosikan produk mereka. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Produsen mebel dan kerajinan nasioan optimis optimistis bahwa industri ini akan terus mengalami pertumbuhan. Dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki bisa dikelola dengan baik, Indonesia bisa menjadi pemimpin (leader) untuk industri mebel dan kerajinan di kawasan ASEAN.

Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan, dengan ketersediaan bahan baku hasil hutan yang melimpah, sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah besar, industri mebel dan kerajina seharusnya menjadi industri yang kuat. 

Namun sayangnya, masih adanya kebijakan kontraproduktif yang membuat industri mebel dan kerajinan Indonesia kurang berkembang. Salah satunta karena adanya sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) yang diberlakukan pemerintah.

"Hal ini membuat harga bahan baku bagi industri kayu tak kompetitif dibanding pesaing kita seperti Malaysia dan Vietnam karena untuk mengurus SVLK dan beberapa ijin pendukungnya membutuhkan biaya yang sangat besar," ujar dia di Jakarta, Senin (29/7/2019).

Untuk itu, kalangan pengusaha yang bergerak di sektor industri mebel dan kerajinan yang tergabung dalam HIMKI telah meminta pemerintah untuk menghapus pemberlakuan SVLK untuk industri mebel dan kerajinan. Penerapan kebijakan SVLK berdampak pada tidak maksimalnya kinerja ekspor mebel nasional mengingat rumit dan mahalnya pengurusan dokumen tersebut.

"Padahal saat ini industri mebel tengah bersaing ketat dengan pelaku industri mebel mancanegara seperti Malaysia, Vietnam, China dan negara-negara produsen di kawasan Eropa dan Amerika," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekspor Kayu Gelondongan

Kayu Gelondongan
Tim gabungan Polisi kehutanan, Polres Aceh Timur dan Lembaga Advokasi Hutan Lestari memuat kayu gelondongan hasil illegal logging di kawasan Sungai Tamiang, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. (Antara)

Masalah lain yang menghambat perkembangan industri mebel dan kerajinan yaitu adanya pihak-pihak yang menginginkan dibukanya ekspor kayu gelondongan (log). Alasannya karena ekspor log dianggap lebih praktis dan menguntungkan dengan mengekspor bahan baku ketimbang ekspor barang jadi berupa mebel dan kerajinan.

Padahal, jika mengacu pada matrik pengembangan industri mebel dan kerajinan nasional mengenai pengamanan bahan baku sebagai jaminan penunjang utama terjadinya pertumbuhan industri.

"Maka adanya rencana membuka keran ekspor log harus dicegah karena bahan baku tersebut pada akhirnya akan diekspor habis-habisan seperti yang terjadi beberapa tahun lalu terhadap bahan baku rotan. Ekspor bahan baku sangat bertentangan dengan program hilirisasi yang telah dicanangkan pemerintah," jelas Sobur.

Menurut dia, adanya desakan dibukanya kran ekspor log dan bahan baku rotan menimbulkan keresahaan bagipelaku usaha yang bergerak di bidang barang jadi. Hal ini mengingat bahan baku kayu yang ada di Indonesia sangat dibutuhkan oleh para pelaku industri di dalam negeri, bahkan saat ini sudah semakin susah untuk mendapatkan kayu yang berkualitas.

Dengan demikian, apabila kran eksporbahan baku dibuka akan terjadi penurunan daya saing industri didalam negeri. Adanya wacana ekspor log merupakan langkah mundur mengingat pemerintah telah menggalakkan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah dan dampak berganda (multiplier effect).

"Ekspor kayu bulat akan menguntungkan sebagian kecil pelaku usaha di bidang kehutanan, tetapi banyak pelaku usaha yang nilai ekspornya tinggi akan kekurangan bahan baku. Di sisi lain, kebijakan ekspor log bertolak belakang dengan kebijakan yang ditempuh banyaknegara di dunia sebagai penghasil kayu gelondongan seperti Brasil, Amerika Serikat, Ukraina,Malaysia, dan lain-lain," ungkap dia.

 

 

Promosi dan Pemasaran Produk Mebel

Mebel Indonesia dalam pameran Spoga plus Gafa 2018 di Koln, Jerman (sumber: KJRI Frankfurt)
Mebel Indonesia dalam pameran Spoga plus Gafa 2018 di Koln, Jerman (sumber: KJRI Frankfurt)

Beberapa masalah penting lainnya di industri mebel dan kerajinan yaitu soal promosi, pemasaran dan penetrasi pasar sebagai langkah strategis untuk memperkenalkan produk ke pasar global. Ini sekaligus membangun citra positif produk Indonesia di mancanegara.

Untuk itu diharapkan, terjadinya kegiatan-kegiatan promosi dan pemasaranyang terkelola dengan baik yang dilakukan di dalam maupun di luar negeri dengan jadwal yang terprogram sepanjang tahun untuk target market di seluruh dunia terutama untuk negara-negarayang perekonomiannya tumbuh.

Sementara itu, soal desain dan pengembangan produk dinilai menjadi sebagai kunci sukses bersaing di pasar global, yaitu dengan tersedianya fasilitas penunjang untuk melakukan kegiatan pengembangan desain (Design Center) dan perlindungan desain (HAKI) di wilayah-wilayah basis produksi sebagai syarat terjadinya kemandirian dalam hal suplai desain. Institusi desain dimaksud harus dikelola secara komperhensif dan berkesinambungan.

Hal ini mutlak diperlukan sebagai syarat utama terbentuknya daya saing industri yang ditopang oleh kualitas desain produk yang layak pasar.Mengingat pendidikan dan pelatihan peningkatan kompetensi SDM sangat penting bagi industrimebel dan kerajinan nasional.

"Untuk itu diperlukan regulasi dalam upaya penyediaan dan pembinaan sumber daya manusia terampil," tandas Sobur.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya