Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengajak pemuda dan mahasiswa yang lebih sering disebut generasi milenial untuk giat menabung. Kegiatan menabung kelak dianggap bisa memicu milenial untuk menjadi seorang wirausahawan yang menjadi penggerak ekonomi negara.
Oleh karenanya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mendorong milenial untuk lebih memilih menabung demi menjadi seorang entrepreneur dibanding melamar jadi Pegawai Negeri Sipil atau PNS.
"Mahasiswa pasti pengin kerja. Semua kalau pengin jadi pegawai negeri, negara rugi. Berusahalah. Mestinya nanti bukan hanya menabung saja, tapi juga dapat pembinaan untuk jadi entrepreneur," ujar dia saat membuka acara SiMUDA di Auditorium BPPT, Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Advertisement
Baca Juga
Simpanan Mahasiswa dan Pemuda (SiMUDA) sendiri merupakan program tabungan yang diinisiasi oleh OJK untuk masyarakat kelompok usia 18-30 tahun. OJK mencatat, hingga 30 Juni 2019 telah dibuka 11.052 rekening di SiMUDA dengan jumlah sebanyak Rp 12,4 miliar.
Lebih lanjut, Wimboh mengatakan, cara menabung saat ini bukan hanya dengan menyimpan uang saja, tapi bisa dilakukan dengan berbagai instrumen, seperti tabungan emas, saham, hingga reksa dana.
Maka dari itu, OJK terus mendesak agar pemuda dan mahasiswa rajin menabung dalam berbagai cara, sehingga bisa turut mendorong kesejahteraan negara.
"Sehingga nanti kalau tabungan banyak, ekonomi kita gampang, rakyat makmur, negara berkembang jadi negara maju, tidak ada yang menganggur, semua masyarakat sejahtera. Itu adalah garis besarnya kenapa kita ada di sini hari ini," serunya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK: Nasabah Pinjaman Online juga Harus Punya Etika
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan keberadaan perusahaan fintech ilegal masih menjadi musuh besar yang perlu diberantas.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, menyamakan fintech ilegal dengan rentenir. Namun, menurut dia, kesadaran masyarakat akan perusahaan fintech yang resmi juga perlu ditingkatkan.
"Rentenir itu sudah ada sejak lama. Tapi masyarakat memang merasa kehadirannya bermanfaat. Misal di pasar banyak pedagang ujungnya ke rentenir. Siapa yang perlu di situ boleh minjem, enggak perlu jaminan, KTP. Pinjam Rp100 ribu pagi, pulangin Rp150 ribu sorenya," tuturnya di Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Wimboh menjelaskan, konsumen pada dasarnya juga perlu mengetahui pentingnya meminjam dana segar dari fintech yang terdaftar di OJK.
"Nah rentenir ini apa yang mau disalahkan? Apa menyalahi aturan? Nggak ada yang melanggar, hanya etika yang melanggar. Nah ini sama dengan teknologi sekarang ini khususnya fintech. Mau dilarang (fintech ilegal)? Itu siapa, kita nggak tahu. Itu dunia virtual. Kita bisa tutup platform mereka paginya, sore hari buka lagi," ujarnya.
Advertisement
Nasabah Harus Punya Etika
Wimboh menggambarkan, OJK kerapkali telah menutup sejumlah akun fintech bodong. Namun, pihaknya mendapati para nasabah fintech yang juga tidak memiliki etika dalam meminjam dana.
"Satu orang bisa pinjam 20 kali lewat online. Jadi, yang enggak punya etika bukan fintech-nya saja, tapi yang minjem juga enggak punya etika. Itulah fenomenanya," katanya.
Dia pun mengimbau, baik pelaku (fintech) dan konsumen atau masyarakat sama-sama membangun ekosistem yang baik di industri keuangan digital, sehingga keduanya dapat saling menguntungkan.
"Untuk pinjaman online atau fintech resmi sudah bisa dilihat atau dicek di website resmi OJK," katanya