Liputan6.com, Jakarta Garuda Indonesia baru saja merevisi laporan keuangannya untuk kinerja 2018 dan kuarta I 2019. Hal ini setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sejumlah otoritas lainnya memberikan hukuman ke maskapai plat merah tersebut.
Menanggapi hal ini, senior analyst Anugerah Sekuritas Bertoni Rio mengusulkan agar OJK tetap memantau kinerja Garuda Indonesia, khususnya postur kepemilikan sahamnya. Dia berpendapat, saat ini terdapat kepemilikan saham sebuah perusahaan yang semakin meningkat ditengah saham Garuda Indonesia terjun bebas.
“Logikanya kan saham perusahaan yang bermasalah akan ditinggalkan oleh pemegang saham, seperti yang dilakukan investor ritel GIAA, tapi ternyata diserap oleh pemegang saham lainnya," kata dia dalam keterangannya, Senin (29/7/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia menilai, pihak otoritas dalam hal ini OJK punya kemampuan dan kewenangan untuk melihat pihak-pihak yang melakukan praktek penggunaan pemberitaan dalam mempengaruhi harga atau pergerakan saham emiten dengan tujuan penguasaan ataupun sebaliknya.
“Biasanya selalu saja investor publik yang dirugikan, mereka menelan mentah-mentah informasi yang masuk, yang dikuti dengan keputusan jual/beli akibat adanya inisiator, dan terjadi secara masif membuat sentimennya semakin kuat sehingga menjadi overeaction” tambah Bertoni.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kepemilikan PT Trans Airways Semakin Dominan
Selain langkah edukasi dari sisi investor ritel yang sudh dijalankan, menurutnya, pihak otoritas perlu memberikan shock terapi agar kemungkinan praktek-praktek nakal untuk tujuan penguasaan atau sebaliknya terhadap BUMN tidak terjadi.
Dari data yang dia sampaikan, porsi saham PT Trans Airways terus meningkat. PT Trans Airways yang kepemilikannya hanya 10,9 persen di tahun 2013 kini telah menjadi 25,6 persen yang tercatat secara langsung. Berbanding terbalik dengan ritel individu yang dulunya sebesar 17,1 persen turun menjadi 13,8 persen.
Soal saham ini, dia khawatir adanya upaya cornering dari pihak tertentu untuk mengumpulkan sahamnya diharga murah dengan tujuan penguasaan atas perusahaan oleh pihak tertentu.
Advertisement
Garuda Yakin Sahamnya Kembali Naik Usai Turun 1,5 Persen
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam penyajian ulang (restatement) laporan keuangan untuk tahun buku 2018 tercatat merugi sebesar USD 175,028 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun.
Pelaporan tersebut rupanya berdampak terhadap saham perusahaan yang berkode saham GIAA ini, yang turun 6 poin atau 1,52 persen ke level Rp 390 per saham pada penutupan perdagangan sesi I, Jumat hari ini.
Kendati begitu, Garuda Indonesia optimis pergerakan sahamnya bisa kembali menghijau, lantaran telah bisa memperbaiki laporan keuangannya pada Kuartal I (Q1) 2019.
"Tapi kan kalau dilihat kita di Q1 sudah bagus. Q2 sampai akhir tahun optimis kita akan baik. Setelah itu investor juga oke-oke saja kan. Kita pikir itu akan naik lagi," ucap VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan di Tangerang, Jumat (26/7/2019).
Sebagai informasi, saham GIAA pada perdagangan Sesi I hari ini sempat berada di level tertinggi Rp 398 dan terendah Rp 388. Total frekuensi perdagangan saham 657 kali dengan volume perdagangan 40.545 saham. Nilai transaksi harian saham Rp 1,6 miliar.
Catatan lainnya, Garuda Indonesia juga berhasil memperbaiki catatan keuangannya pada Kuartal I tahun ini, dengan mencatatkan laba bersih sekitar USD 19,7 juta.
Berkaca pada perolehan itu, Ikhsan lantas meyakini catatan tersebut bisa membuka mata para investor bahwa Garuda Indonesia telah berhasil memperbaiki pengelolaan keuangannya.
"Optimis naik lagi. Misalnya kita Q1 tahun lalu rugi. Itu periode paling sepi. Tapi kita bisa (membalikannya pada Kuartal I 2019)," tukas dia.