Talas RI Tembus Pasar Jepang

Varietas talas yang diekspor yaitu Colocasia esculenta var antiquorum atau lebih dikenal Talas Jepang Satoimo atau Taro Potato.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Agu 2019, 13:20 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2019, 13:20 WIB
Liputan 6 default 3
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Jakarta - Talas Indonesia ternyata disukai warga Jepang. Salah satunya talas yang dibudidayakan petani di Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah menembus pasar Jepang.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi mengatakan varietas talas yang diekspor yaitu Colocasia esculenta var antiquorum atau lebih dikenal Talas Jepang Satoimo atau Taro Potato.

"Bahan pangan yang satu ini sekarang sudah menjadi salah satu bahan pangan utama bagi sebagian besar penduduk Jepang sebagai pengganti beras dan kentang yang dianggap terlalu banyak mengandung karbohidrat dan gula," kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (13/8/2019).

Suwandi menjelaskan komoditi ini menjadi tren setelah adanya berbagai penelitian yang membuktikan bahwa talas tidak saja bisa menjadi bahan pangan alternatif yang mengandung protein dan kalori tinggi tapi memiliki kandungan karbohidrat dan gula yang rendah.

"Jadi talas ini aman dikonsumsi oleh penderita atau mereka yang berpotensi diabetes", imbuhnya

Menurutnya, Suwandi, pangsa pasar talas di Jepang masih terbuka lebar. Hal ini didukung dari semakin menyempitnya lahan pertanian di Jepang, sehingga hanya bisa memenuhi 250 ribu ton pertahun, atau 65,7 persen dari total kebutuhan per tahun sebesar 380 ribu ton.

"Kekurangan sebesar 130 ribu ton per tahun sebagian dipasok dari China jadi sampai saat ini, China hanya mampu mensuplai 60 ribu ton per tahun, imbuhnya. Makanya Jepang mulai melirik Indonesia untuk memenuhi kebutuhan sisanya 70 ribu ton per tahun," terangnya.

Melihat peluang ini, Suwandi menyebutkan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sangat jeli melihat peluang ekspor komoditi umbi-umbian ini dan menggalakan penanamannya di beberapa daerah. Tercatat, sampai dengan tahun 2018, total Talas Beku (frozen taro) dari Kabupaten Bantaeng dan Makasar yang sudah diekspor ke Jepang sebanyak 50 ton dengan nilai sekitar Rp 1,06 Miliar.

"Untuk meningkatkan volume ekspor talas, mereka menambah luasan tanam talas di 10 Kabupaten, yakni Gowa, Sopeng, Maros, Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Bone, Janeponto, Takalar dan Wajo dengan total luasan 178 hektar," sebutnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Konsep Ekspor

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Suwandi menilai konsep perdagangan ekspor talas dari Sulsel ke Jepang ini sudah sangat terintegrasi. Semua pihak turut mengambil peran masing-masing dan saling bekerjasama, baik itu instansi pemerintah, petani, maupun importir dan eksportirnya.

"Saya kira ini bisa menjadi contoh inspirasi bagi yang ingin mengembangkan komoditasnya sebagai produk ekspor," bebernya.

Perwakilan importir Jepang yang berkantor di Indonesia, Affandi mengatakan talas yang akan dieskpor ke Jepang harus memenuhi persyaratan batas maksimum residu pestisida, bebas dari kontaminasi bakteri, memiliki tekstur, rasa, penampilan, warna dan ukuran sesuai permintaan buyer. Pasalnya, Jepang merupakan negara tujuan ekspor yang sangat memperhatikan food safety (keamanan pangan) disamping food quality (mutu pangan) sehingga traceability (ketertelusuran) untuk setiap pangan yang diedarkan menjadi sebuah persyaratan yang harus dipenuhi.

"Untuk memastikan penerapan SOP ditingkat petani talas, Pemerintah Provinsi Sulsel pun membentuk Tim Pendamping. Tim ini terdiri atas unsur Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan, importir (Jepang, red) di Indonesia, Unit Pengolahan Tepung Talas di Makasar dan Perguruan Tinggi," cetus dia.

Untuk memastikan pasar, Affandi menyebutkan Pemerintah Provinsi Sulsel menggandeng PT Tridanawa Perkasa Indonesia, yakni eksportir Talas Beku dari Makasar sebagai off taker. Terkait budidaya talas, tanaman ini akan tumbuh bagus pada tanah yang cukup gembur.

"Dari hasil pengamatan kami, populasi per hektar mencapai 20.000 pohon dan dapat dipanen setelah umur 4 bulan. Setiap pohon dapat menghasilkan umbi talas paling sedikit 1 kilogram artinya provitas talas dapat mencapai 20 ribu kilogram per hektare atau 20 ton per hektare," sebutnya.

"Terkait dengan harga, yang saya tahu untuk umbi talas di Sulsel di tingkat petani berkisar Rp 2.000 hingga 2.500 per kilogram," pintanya.

Lebih lanjut Afandi mengungkapkan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan Talas Jepang. Setelah melakukan uji coba penanaman di Bali, Yogyakarta dan Aceh, perwakilan Buyer Jepang di Indonesia tersebut akhirnya memilih Sulsel untuk pengembangan lebih luas.

"Sulsel menjadi produsen talas yang budidayanya diperluas. Di Sulsel talas tumbuh dengan bagus dan kualitasnya tinggi," ungkapnya.

   

Pengolahan Talas

[Bintang] Ganti Sumber Karbohidrat untuk Menghindari Beras Plastik
Talas | via: bisnisukm.com

Tidak hanya berhenti disitu, bahkan di Sulsel sudah didirikan pabrik pengolah umbi talas menjadi talas beku Frozen Taro/Frozen Sotaimo yang dimiliki oleh PT Tridanawa Perkasa Indonesia (TPI).

Freddie Maturbongs, perwakilan dari PT TPI menambahkan bagian talas yang tidak bisa diolah menjadi frozen satoimo, oleh PT. TPI diolah menjadi taro paste/satoimo pasta dan satoimo flour (tepung talas). PT Tridanawa Perkasa Indonesia juga memiliki kebun talas inti seluar 100 ha dan akhir Agustus 2019, PT TPI akan mengirimkan 18 ton frozen taro ke Jepang.

"Ke depan, tantangan kami adalah bibit yang berkualitas sehingga dapat menghasilkan rendemen diatas 60 persen berupa soft teksture. Kalau sudah seperti itu maka bisa sesuai spek untuk jadi talas beku," kata Freddie.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya