Liputan6.com, New York City - Tumblr kini senasib dengan Vice, Mic, Buzzfeed, dan Huffington Post yang menghadapi masalah finansial sehingga berujung restrukturasi. Situs Tumblr baru saja dijual oleh induknya kepada pemilik Wordpress.
Harga penjualan Tumblr pun amat jatuh dari tahun 2013 ketika harganya mencapai USD 1,1 miliar atau kini setara Rp 17,1 triliun (sudah disesuaikan inflasi).
Advertisement
Baca Juga
Nilai pasti transaksi tidak terkuak, tetapi Axios menyebut harga Tumblr di bawah USD 20 juta atau Rp 286 miliar (USD 1 = Rp 14.317).
Sementara itu, The Verge menyebut harga penjualan Tumblr jauh lebih murah, yakni di bawah USD 3 juta (Rp 42 miliar). Bila itu benar, maka Tumblr melakukan banting harga hingga 99 persen.
Penjualan Tumblr diumumkan pada hari Senin, 12 Agustus 2019, oleh Verizon selaku induk perusahaan. Pembeli adalah Automattic, induk perusahaan Wordpress. Pegawai Tumblr sebanyak 200 orang juga ikut diakuisisi, demikian laporan Business Insider.
Pada 2013, Yahoo (kini anak usaha Verizon) membeli Tumblr seharga USD 1,1 miliar. Ketika itu Tumblr popular sebagai situs tempat para anak-anak muda berbagi hasil karya digital mereka dalam berbagai jenis media: baik itu tulisan, audio, atau gambar. Situs ini didirikan oleh David Karp pada 2007 ketika usianya 21 tahun.
Pembelian Tumblr sempat kontroversial karena USD 1,1 miliar dipandang terlalu tinggi, padahal pemasukan Tumblr tidak besar. Popularitas Tumblr pun perlahan meredup dalam beberapa tahun berikutnya. Situasi memburuk ketika Verizon membeli Yahoo pada 2017 dan menerapkan aturan ketat seperti mencekal seluruh konten dewasa.
CEO Automaticc Matt Wullenweg menyambut positif pembelian Tumblr yang ia nilai sebagai brand ikonik. Wullenweg juga berniat terus menerapkan aturan anti-konten dewasa. Namun, Tumblr tidak sendirian dalam restrukturisasi, berikut situs beken lain yang merasakan hal serupa:
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Senasib
Nasib Tumblr mengikuti situs-situs lain yang mulai mengalami goncangan meski popular di awal 2010-an. Akhir tahun lalu, situs hiburan Mic juga banting harga ketika dijual ke Bustle.
Dalam sebuah audio yang beredar, pendiri Mic yaitu Chris Altchek terdengar terisak ketika mengumumkan kabar penjualansitus Mic. Situs itu dijual seharga USD 5 juta, padahal pada 2017 nilainya masih USD 100 juta.
Pada Januari ini, situs berita hiburan Buzzfeed mengumumkan PHK pada 15 persen pegawainya. Di bulan yang sama, Huffington Post, juga milik Verizon, dilaporkan mengurangi 7 persen karyawanya.
Hal serupa mendera Vice. Maret lalu Disney selaku investor di Vice berkata investasi sejumlah USD 450 juta di situs berita edgy tersebut sudah dihitung gagal. Vice pun merumahkan 250 pegawainya pada Februari lalu.
Calon pembeli Tumblr pun sudah dicari Verizon sejak Mei lalu. Penjualan ini adalah bagian restrukturitasi Verizon di segmen media.
Tahun lalu, Verizon menyebut properti media mereka sudah hampir tidak memiliki nilai dengan write-down sebesar USD 4,6 miliar.
Advertisement
85 Persen Iklan Digital Justru Laku di Situs Berita Kontroversial
Iklan digital di Indonesia malah laku dan mendapatkan perhatian di situs-situs negatif. Hampir 85,3 persen iklan digital mendapatkan impression lewat situs yang menampilkan bahasa kasar dan berita kontroversial.
Impression iklan dari situs-situs berita kontroversial itu lebih besar ketimbang yang didapat situs kategori dewasa, alkohol, bahkan narkoba.
Menurut Media Quality Report 2018, iklan yang dipasarkan dengan metode programmatic (situs dipilih software) mendapat impression sebesar 48 persen dari situs negatif tersebut.
Sementara, iklan yang dipasarkan dengan metode publisher direct (brand membeli iklan secara langsung) mendapat impression sebesar 85,3 persen dari jenis situs yang sama.
Angka di atas adalah untuk desktop. Untuk iklan digital di smartphone, angkanya mencapai 63,7 persen untuk iklan programmatic dan 83,7 persen untuk iklan pubsliher direct.
Hal tersebut seharusnya membuat perusahaan pengiklan khawatir, sebab munculnya iklan di situs-situs kebencian dan berita kontroversial justru merugikan brand dari segi citra dan reputasi. Ini disebut bahaya di kategori brand safety.
Laura Quigley, Managing Director Integral Ad Science (IAS) dari Asia Tenggara, menyebut pihak publisher selaku situs yang memasang iklan juga tak bisa langsung disalahkan, tetapi tetap harus proaktif mengatasi membenahi konten, serta melindungi diri karena bisa menjadi korban pihak-pihak yang melakukan iklan penipuan, yakni ketika informasi di situs mereka "diambil" oleh pembuat situs abal-abal untuk dipasangi iklan.
"Para publisher tidak membeli iklan penipuan, mereka tidak terlibat dalam proses itu. Mencari publisher terpercaya adalah ide bagus. Para pubsliher juga menjadi sasaran maka mereka harus melakukan pendekatan progresif juga," ujar Laura pada Rabu, 8 Agustus 2019, di Jakarta.
Laura berkata Indonesia masih dalam tahap edukasi mengenai potensi kerugian iklan digital. Ia pun berharap awareness soal bahaya di iklan digital bisa mencapai perusahaan-perusahaan lokal agar tidak dirugikan.