Liputan6.com, Jakarta - Ibu Kota Negara resmi dipindah dari Jakarta ke Kalimantan Timur tepatnya Panajam Paseh Utara dan Kukar. Lalu profesi apa saja yang berpotensi dan sangat dibutuhkan di ibu kota baru tersebut?
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf mengungkapkan potensi ekonomi kreatif di Ibu Kota baru sangat memungkinkan untuk digali. Namun, di awal proses pemindahan Ibu Kota yang akan dimulai pada 2021 mendatang ada satu profesi yang akan sangat diminati, yaitu arsitek.
Advertisement
Baca Juga
"Sekarang untuk arsitek kan dibawa kesana juga," kata dia, saat ditemui di Menara Batavia, Jakarta, Selasa (27/8).
Profesi yang berkaitan dengan asritektur akan sangat dibutuhkan di ibu kota baru sebab dalam beberapa tahun pertama proses pemindahan adalah fokus pada pembangunan. Baik itu gedung, maupun tata ruang dan kota.
Oleh karena itu, selain arsitek, profesi interior design juga sangat dibutuhkan di ibu kota baru tersebut.
"Untuk interior design mereka di awal-awal ini akan sangat sibuk selama beberapa tahun ke depan," ujarnya.
Namun, sektor bisnis utama yang akan selalu berkelanjutan, Triawan mengungkapkan tidak lain dan tidak bukan adalah bisnis makanan. Jika arsitektur hanya dibutuhkan saat proses pembangunan, bisnis urusan perut tersebut akan terus dibutuhkan selamanya.
"(bisnis) Kuliner," tutupnya.
Â
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Di Ibu Kota Baru, PNS Bakal Tinggal di Rusun
Dirjen Penyediaan Perumahan PUPR, Khalawi mengatakan, pihaknya siap memenuhi kebutuhan perumahan bagi PNS atau ASN yang pindah ke ibu kota baru baru. Nantinya akan disediakan dua jenis hunian, yakni rumah dinas dan rumah umum.
Menurut dia, untuk rumah dinas nantinya tidak dapat dimiliki oleh ASN. Jika ASN ingin memiliki hunian pribadi, maka dapat membeli hunian yang disediakan pengembang.
"Tidak. Rumah negara. Saya katakan rumah dinas itu rumah negara. Nggak jadi milik. Yang milik itu rumah umum kalau mau beli nanti pengembang yang menyiapkan," kata dia, saat ditemui, di Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Terkait jumlah hunian yang bakal dibangun, kata dia, saat ini pihaknya masih menunggu konsep makro dari Bappenas. Juga kepastian berapa jumlah ASN yang bakal hijrah ke ibu kota baru.
"Nanti arahannya saya tunggu dari Bappenas. dari pimpinan belum ada arahan. Kita siapkan saja," tegas dia.
Kita akan menyiapkan pertama, dekat dengan tempat kerjanya. Contohnya dibangun asrama atau tempat tinggalnya. Untuk rumah umum akan kita petakan di sana. Tapi jumlahnya masih dalam analisis dan perhitungan.
Dia menambahkan, nantinya di ibu kota baru rumah ASN akan dibangun dalam dua tipe. Pertama model rusun atau apartemen. Kedua dalam bentuk landed house atau rumah tapak.
"Tentu beda tipe-tipenya. Untuk pejabat eselon II dan ASN lainnya itu vertikal (rusun atau apartemen). Untuk pejabat Kementerian dan Lembaga itu rumah dinas landed (rumah tapak atau landed house)," tandasnya.Â
Â
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com Â
Advertisement
Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, Waspadai Hal Ini!
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di sebagian Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru pengganti Jakarta.
Keputusan Jokowi ini langsung mengundang banyak respon dari berbagai kalangan, salah satunya para pengamat ekonomi. Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita memaparkan ada beberapa hal yang harus diwaspadai pemerintah jika pemindahan ibu kota mulai dilaksanakan.
Pertama, secara ekonomi, Ronny berbpendapat, Indonesia sedang menghadapi ancaman stagnasi ekonomi domestik dan ancaman perlambatan ekonomi dunia.
"Saya meyakini, kebijakan memindahkankan ibukota tidak akan banyak membantu memperbaiki pertumbuhan ekonomi kita, baik secara kuantitas maupun secara kualitas," ungkap Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (27/8/2019).
Kedua, Ronny melanjutkan, peningkatan belanja proyek infrastruktur di lokasi ibu kota baru akan meningkatkan kuatitas belanja modal yang diimpor. Selama ini, proyek-proyek infrastruktur dinilai telah membuktikan itu. Dengan demikian, pemindahan ibu kota akan ikut memperlebar defisit transaksi berjalan kita.
Ketiga, menurut Ronny, peningkatan proyek infrastruktur ibu kota baru dengan mayoritas anggaran non budgeter akan memperlebar peluang pembiayaan dari pihak ketiga, dalam bentuk utang, yang akan membebani anggaran nasional di masa depan.
"Beban anggaran di masa depan akan mengurangi daya gedor fiskal nasional untuk melakukan kebijakan countercylical di masa depan, untuk menggenjot laju ekonomi nasional. Artinya, kemampuan pemerintah dalam menangkal ancaman perlambatan ekonomi di masa depan akan semakin berkurang," ungkap pria yang juga sebagai Tim Ahli Ekonomi Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu.Â