Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil mencapai hasil yang signifikan selama empat tahun terakhir (2014-2018). Kementan hingga tahun ini, berhasil menyetop 3,6 juta impor.
Keberhasilan itu pun diakui oleh Presiden Jokowi saat bertemu engan THL-TBPP se-Indonesia pada Februari 2019. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2013, volume ekspor produk pertanian Indonesia adalah 33,5 juta ton.
Baca Juga
Kemudian pada 2016 mengalami dua kali kenaikan mencapai 36,1 juta ton dan 40,4 juta ton. Begitu juga pada 2017, ekspor produk pertanian bertambah lagi jumlahnya yakni 41,3 juta ton.
Advertisement
Pada 2018, ekspor produk pertanian mampu mengukuhkan jumlah sebesar 42,5 juta ton. Selama peride 2014-2018, jumlah seluruh nilai ekspor produk pertanian Indonesia berhasil mencapai Rp1.957,5 triliun dengan akumulasi tambahan Rp352,58 triliun.
Tak hanya itu saja, Kementan juga berhasil meraih WTP pada 2016 dan 2017 sebagai lembaga anti gratifikasi. Sepanjang 2014-2019 Kementan melakukan lompatan besar dimana pada 2014 impor komoditas jagung sebesar 3,5 juta ton, kemudian di 2018 turun menjadi 180 ribu ton.
Hal ini menjadi bukti, bahwa Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam menggerakkan perangkatnya tidak main-main. Selama ini Amran berjuang untuk kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan di negeri ini.
Dalam sambutannya pada setiap kegiatan di Kementan, Amran selalu berpesan pada seluruh pegawai khususnya para pejabat, untuk fokus pada kesejahteraan petani dan siap mendedikasikan waktu melayani rakyat. "Semua pegawai terutama pejabat di Kementerian Pertanian harus siap melayani rakyat 24 jam, jangan ada hp yang tidak aktif, siap 24 jam," tegas Amran di Auditorium Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta.
Selain itu dari segi SDM Pertanian, terbukti salah satunya pada program penumbuhan wirausaha muda pertanian. Hingga saat ini kiat meningkat Petani-Petani Milenial yang sudah Go International.
Salah satunya adalah Sandi Octa Susila, Petani Milenial asal Cianjur yang telah meraih pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB), menjadi penggerak 373 petani, mengelola 120 hektare lahan sayuran (hortikultura) yang berafiliasi dengan PTPN, lahan swasta, serta lahan pribadi. Bahkan, telah memiliki 50 karyawan.
"Motivasi saya ingin menjadi seorang petani milenial dan penyuluh swadaya. Banyak orang bilang ‘Kang Sandi lulusan sarjana Strata Dua (S2) kok mau jadi petani dan penyuluh. Saya mau merubah paradigma kalau seorang petani itu rendah, miskin, dan notabene orang masih melihat petani itu kucel, dan dekil," kata Sandi.
Keberhasilan itu dibuktikan dengan dalam kurun waktu empat tahun, sayur-mayur di bawah binaannya berhasil memasok 25 hotel di Jawa Barat dan beberapa retail di Jakarta. Berpenghasilan rata-rata Rp500 juta per bulan, Sandi bertekad meningkatkan lahan miliknya semakin luas.
Bahkan dalam waktu dekat, Sandi mengembangkan inovasi agrowisata yang dibuka untuk para pengunjung yang studi banding, kuliah lapang hingga untuk umum dalam bentuk kelompok. Tidak hanya itu, Sandi tengah mengkaji bisnis ekspor ke Timur Tengah.
"Saya telah membukukan usaha dengan omzet Rp3 juta dan keuntungan sekitar Rp300-500 ribu per dua pekan. Saat itu, bagi saya uang itu sudah terbilang besar," katanya.
Sandi menyebutkan sejauh ini Kementan berperan banyak bagi kemajuan para petani. Sandi meyakini bisnis pertanian tidak akan ada matinya dan senantiasa prospektif.
Berhasil dengan bisnisnya ini, dia berharap akan banyak figur muda pertanian sepertinya. "Saya bisa mencapai begini tidak lepas dari bantuan Kementerian Pertanian, khususnya kepada Bapak menteri Pertanian yang selalu menjadi inspirasi saya dalam berkarya di dunia pertanian," ujarnya.
Â
(*)