Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati RUU APBN Tahun Anggaran 2020 menjadi Undang-Undang APBN 2020. Terdapat beberapa perubahan dari usulan RUU APBN 2020 yang diusulkan Presiden Joko Widodo saat menyapaikan nota keuangan pada 16 Agustus 2019.
Perubahan dalam APBN 2020 terletak pada asumsi perubahan harga minyak mentah Indonesia dari yang sebelumnya USD 65 per barel menjadi USD 63 per barel. Kemudian, lifting minyak bumi berubah dari sebelumnya 734 ribu barel per hari menjadi 755 ribu barel per hari.
"Kami menilai penetapan indikator tersebut cukup realistis meskipun dinamika global yang tinggi masih akan terus menciptakan ketidakpastian bagi asumsi itu," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan pendapat akhir pengesahaan RUU APBN 2020 di Ruang Rapat Paripurna DPR-RI, Jakarta, Selasa, (24/9).
Advertisement
Baca Juga
Sementara untuk asumsi makro lainnya, tidak mengalami perubahan. Pertumbuhan ekonom tetap ditargetkan 5,3 persen, inflasi 3,1 persen, Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat diperkirakan Rp 14.400 per USD, serta lifting gas bumi 1,19 juta barel setara minyak per hari.
"Asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5.3 persen dalam suasana kecenderungan perlemahan ekonomi global akan cukup menantang dan menghadapi risiko ke bawah," ungkap dia.
Dengan adanya perubahan asumsi makro yang tersebut, maka terjadi perubahan pada pendapatan dan pengeluaran negara, yakni mengalami kenaikan Rp 11,6 triliun. Pendapatan ditargetkan sebesar Rp 2.233,2 triliun pada, sedangkan usulan awal sebesar Rp 2.221,5. Sementara belanja negara naik menjadi Rp 2.540,4 triliun dari usulan awal Rp 2.528,8 triliun.
"Defisit ditargetkan sebesar Rp 307,2 triliun atau setara 1,76 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)," ujar dia.
"Pengendalian defisit anggaran tahun 2020 dilakukan untuk menjaga kesinambungan fiskal serta memberikan ruang gerak yang lebih besar menghadapi risiko global serta dampaknya pada perekonomian nasional pada tahun 2020," imbuhnya.
Pembiayaan defisit APBN 2020 dikatakannya akan bersumber dari pembiayaan utang Rp 351,9 triliun, pembiayaan investasi negatif Rp 74,2 triliun, pemberian pinjaman Rp 5,1 triliun, kewajiban penjaminan negatif Rp 600 miliar, dan pembiayaan lainnya Rp 25 triliun
"Di penghujung periode pemerintahan saat ini, ijinkan saya secara pribadi dan sebagai wakil Pemerintah untuk menyampaikan terima kasih kepada para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Periode 20152019 yang terhormat atas kerjasamanya selama ini dalam melaksanakan tugas kenegaraan," tandasnya.
Â
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenkeu: Defisit APBN di 2020 Masih 1,5 Persen
Pemerintah mengusulkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun 2020 masih tetap defisit.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah mengusulkan anggaran defisit APBN 2020 berkisar 1,52 - 1,75 persen dari PDB.
"Antara utang dan non utang, kita melihat karena 1,52-1,75 persen dari PDB, berarti pemerintah akan tetap menutup melalui pembiayaan utang. Kalau kita melihat pembiayaan utang kita itu terus menurun tambahannya dari 2017 ke 2018 ke 2019 dan kita harapkan 2020 dia terus menurun," tuturnya di Komplek DPR RI, Selasa (26/5/2019).
Suahasil menjelaskan, target defisit tersebut tercatat lebih rendah dari defisit anggaran yang ditetapkan pada APBN 2019 sebesar 1,84 persen.
"Kami ingin sampaikan APBN tahun depat tetap sifatnya ekspansif dan terukur. Karena itu, kita melakukan anggaran defisit," terang dia.
Dia pun memaparkan, pembiayaan utang meningkat karena pembiayaan investasi dan signifikan untuk akselerasi pembangunan, peningkatan pembiayaan MBR dan untuk penguatan LPDP sebagai sovereign world fund.
"Jadi kebijakan ini artinya kita akan membelanjakan pengeluaran negara dan kita harapkan itu mendorong pembangunan termasuk rasio elektrifikasi, perlindungan sosial, dan belanja-belanja lainnya yang nanti akan secara lebih detail diurai dalam belanja negara," tambah dia. Â
Advertisement