Pengamat: Konsumsi Masyarakat Bisa Lindungi Ekonomi Indonesia

Pengamat ekonomi menyebut konsumsi rakyat Indonesia bisa menguntungkan negara.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 07 Okt 2019, 08:30 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2019, 08:30 WIB
Ilustrasi belanja
Ilustrasi belanja. Sumber foto: unsplash.com/rawpixel.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengingatkan bahwa perang dagang akan membawa krisis finansial dunia.

Ia pun mengutip laporan Bank Dunia bahwa krisis itu akan datang pada satu sampai satu setengah tahun ke depan. Namun, Enggar yakin masuknya investasi dan meningkatnya ekspor bisa melindungi ekonomi Indonesia dari dampak terburuk.

"Indonesia akan bisa survive kalau investasi dan ekspor," ucap Menteri Enggar pada Minggu, 6 Oktober 2019 di Sarinah, Jakarta Pusat.

Ekonom Lana Soelistianingsih berkata solusi ekspor kurang tepat mengingat saat ini banyak negara sedang menghadapi perlambatan ekonomi. Fokus pemerintah seharusnya berada di sisi fiskal, seperti menjaga konsumsi rumah tangga. 

Namun, Lana melihat data-data penjualan emiten sedang menurun, sehingga ada indikasi masyarakat mengurangi belanja.

Pemerintah pun diharap bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat agar meningkatkan spending. Konsumsi inilah yang menurut Lana masih penting bagi ekonomi Indonesia di kala terjadi pelemahan global.

"Itu supaya membuat ekonomi kita relatif turunnya enggak banyak, walaupun negara lain itu turun, itu yang diperkuat adalah dari sisi konsumsi rumah tangga. Bukan ekspor. Di saat (ekonomi negara lain) semua pada turun kita jual ekspor, jualan apa?" ujar Lana kepada Liputan6.com. 

"Setidaknya kalau ekonomi melambat biasanya harga turun," tambahnya.

Lana masih enggan memakai istilah "krisis" dan memilih menyebut perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini.

Solusi lain untuk menjaga ekonomi adalah agar pemerintah mulai membangun industri substitusi bahan baku impor di dalam negeri. Ini terutama menyangkut pabrik-pabrik dalam negeri yang masih bergantung pada impor, Lana memberi contoh seperti pabrik obat-obatan dan smartphone yang masih banyak kandungan impor.

Ia menjelaskan sekadar "merakit" sebetulnya berbeda dengan pabrik karena tetap membutuhkan impor berbagai komponen.

Di sinilah menurut Lana investasi diperlukan demi mengembangkan bahan baku lokal. Namun, pada akhirnya daya beli konsumen masih menjadi kunci agar penjualan dari pabrik-pabrik itu tetap terjaga dan roda ekonomi berjalan.

"Daya beli diperbaiki, konsumen belanja, produksi meningkat, artinya pekerja tetap bisa bekerja. Kalau misalnya konsumen mengalami kelemahan daya beli atau enggak mau belanja, mau enggak mau pabrik mengurangi produksi. Kalau pabrik mengurangi produksi, apa yang dia lakukan? Mengurangi tenaga kerja. Akhirnya lebih parah lagi," jelas Lana.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Belanja Online Bakal Topang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020

Ilustrasi Belanja Online
Ilustrasi Belanja Online (Foto: Pixabay.com)

Asian Development Bank (ADB) menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 sebagian besar masih akan disumbang oleh konsumsi. Konsumsi tersebut antara lain didorong oleh populasi kaum muda yang terus bertambah hingga meningkatkan penggunaan belanja online.

Di sektor industri, konstruksi kemungkinan akan diuntungkan oleh pembangunan properti perkotaan. Komitmen pemerintah untuk mengadopsi teknologi baru juga akan meningkatkan kemampuan manufaktur dan membawa peningkatan daya saing dalam jangka menengah. 

Direktur ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein mengatakan, konsumsi yang kuat akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik di tahun depan.

"Konsumsi yang kuat akan meneruskan pertumbuhan ekonomi tahun ini dan tahun depan," ujarnya di Plaza Indonesia, Jakarta, Rabu, 25 September 2019.

Belanja konsumen diharapkan dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kuat pada tahun ini dan tahun depan, ditopang oleh naiknya pendapatan rumah tangga, pertumbuhan lapangan kerja, dan inflasi yang rendah.

Inflasi kemungkinan akan tetap stabil sebesar 3,2 persen tahun ini dan 3,3 persen pada 2020, sehingga akan membantu mempertahankan momentum belanja swasta. Inflasi inti diperkirakan akan tetap terjaga dan harga pangan juga tidak berubah.

Meskipun terjadi perlemahan pertumbuhan di antara para mitra perdagangannya sehingga mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia, defisit transaksi berjalan diperkirakan terkendali pada 2,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun ini.

"Namun, investasi dan pertumbuhan ekonomi yang mulai melaju diperkirakan akan menyebabkan defisit transaksi berjalan melebar ke 2,9 persen dari PDB pada 2020," tandasnya.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,1 Persen di 2019

Ilustrasi Cuaca Jakarta Cerah Berawan
Ilustrasi Cuaca Jakarta dan Sekitarnya Cerah Berawan (Istimewa)

ADB juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 menjadi sebesar 5,1 persen dari sebelumnya 5,2 persen. Tidak hanya tahun ini, ADB juga merevisi target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan menjadi 5,2 persen.

Direktur ADB untuk Indonesia, Winfried Wicklein mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar masih disumbang oleh konsumsi.

"Konsumsi yang kuat akan membuat Indonesia mampu meneruskan pertumbuhan ekonominya baik tahun ini dan tahun depan," ujarnya.

Winfried mengatakan, laju penumbuhan tahun ini yang sedikit lebih lambat mencerminkan penurunan ekspor dan melemahnya investasi domestik.

Meski demikian, investasi diperkirakan akan terus membaik menjelang akhir tahun, seiring dengan kemajuan pembangunan proyek-proyek strategis nasional untuk meningkatkan jaringan infrastruktur.

"Fundamental perekonomiannya masih solid, dengan posisi fiskal yang dikelola dengan baik, harga-harga yang stabil, dan cadangan devisa pada posisi yang cukup aman. Diperlukan investasi yang lebih kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan fokus pada daya saing dan pengembangan sumber daya manusia sebagai kuncinya," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya